Allah SWT
berfiman dalam surat Al Baqarah ayat 188 yang berbunyi:
وَلا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُونَ
Artinya :
Dan
janganlahsebagian kalian memakanhartasebagian yang lain di antara kalian denganjalan
yang batildan (janganlah) kalian membawa (urusan) hartaitukepada hakim, supaya
kalian dapatmemakansebagiandarihartabenda orang lain itudengan (jalanberbuat)
dosa, padahal kalian mengetahui.
Asbabulnuzul:
Menurut salah satu pendapat, firman Allah ini turun mempunyai
asbabul nuzul sebagai berikut, Abdan bin Asywa’ Al Hadhrami yang mengklaim harta
milik Imri’il Qais Al Kindi (sebagai hartanya). Kemudian mereka berperkara kepada
Nabi Muhammad SAW, lalu Imri’il Qais Al Kindi mengingkari klaim tersebut dan
diapun akan melakukan sumpah. Lalu turunlah ayat ini. Akhirnya Imri’il Qais Al
Kindi urung melakukan sumpah. Beliaupun memberikan kepada abdan tanahnya, dan dia
pun tidak memperkarakannya lagi.
Asal mula ini sesuai dengan hadis ummu salamah yang
diceritakan oleh Imam Malik, Imam Bukhari dan Muslim serta lainnya yang
mempunyai kitab sunnah. Hadist tersebut mengataan bahwa Nabi Muhammad SAW
mengatakan kepada dua orang yang bersengketa dan melapor kepada beliau. Nabi
kemudian bersabda kepada mereka :
اِنَّمَا اَنَا بَشَرٌوَاَنَّكُمْ
تَخْتَصِمُوْنَ اِلَيَّ,وَلَعَلَ بَعْضُكُمْ أَنْ يَكُوْنَ أَلْحَنَ بِحُخَّتِهِ مِنْ
بَعْضٍ فَأَقْضِى لَهُ بِنَحْوِمَا اَسْمَعُ,فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيْهِ
شَيْئًا يَأْخُذُهُ,فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya
aku adalah manusia seperti kalian dan kalian melaporka sesuatu kepada saya. Ada
satu kemungkinan bahwa seorang di antara kalian mahir di dalam memberi hujjah
dari yang lain, sehingga membuat saya menghukumi sesuai dengan keterangan yang
saya dengar. Barang siapa yang telah kuputuskan mengenai hak saudaranya, dan
ternyata ia mengambil sebagian dari haknya (orang lain), berarti saya telah
memberikan kepadanya sepotong api neraka.[1]”
Kemudian dua orang tersebut
menangis, lalu salah satu di antara mereka bertanya kepada temannya :
اَنَا
حِلٌّ لِصَا حِبِى,فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ:إِذْهَبَا فَتَوَخَّيَا
ثُمَّ اسْتَهِمَا ثُمَّ لِيُحْلِلً كُلُّ وَاحِدٍ مِنْكُمَا صَاحِبَهُ.
“Kepunyaanku
terserah kepada temanku ini”. kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda, “pergilah
kalian berdua, capailah tujuan dimaksud secara benar (jujur), lakukanlah
undian, lalu hendaknya sesudah itu kalian saling memaafkan temannya”[2].
Maksud dari mahir
berhujjah disini adalah salah seorang lebih pandai dalam mencari alasan yang
memperkuat hujjahnya. Dan yang dimaksud dengan jujur adalah menghendaki
kebenaran dan perkara yang hak. Yang dimaksud undian disini adalah, lakukanlah
pembagian harta yang sebenarnya. Kemudian setelah itu hendaklah salah seorang
mengambil hartanya sesuai dengan pembagian yang telah ditetapkan dalam undian
tersebut.
Pengertian
umum:
Karena ayat-ayat yang telah lalu
membicarakan masalah puasa dan hukumnya, dihalalkan seseorang makan hartanya
sendiri tetapi didalam waktu tertentu, maka sebagai kaitan urutannya, di sini
Allah SWT menjelaskan hukum-hukum memakan harta orang lain[3].
Keyword:
Firman Allah SWT yang berbunyi وَلا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ “Dan janganlah
sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang
batil.” Di antara bentuk memakan (harta orang
lain) dengan jalan yang batil adaalah bila seorang qadhi memberikan keputusan
yang menguntungkanmu, sementara engkau tahu bahwa engkau adalah orang yang
berbuat batil[4].
Di dalam ungkapan ayat ini digunakan ungkapan harta
kalian, hal ini merupakan peringatan bahwa umat itu satu di dalam menjalin
kerja sama. Juga sebagi peringatan, bahwa menghormati harta orang lain berarti menghormati harta sendiri.
Sewenang-wenang terhadap harta orang lain, berarti melakukan kejahatan kepada
seluruh umat. Dan ia tentu terkena akibat negatif lantaran seorang yang memakan
harta orang lain berarti memberikan dorongan kepada orang lain untuk berbuat
hal serupa, dan terkadang menimpa dirinya jika keadaannya memang demikian,
sehingga menjadi boomerang bagi dirinya.
Firman Allah SWT yang berbunyi وَتُدْلُوا
بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ “dan (janganlah) kamu membawa urusan itu kepada
hakim.” Menurut suatu pendapat, makna dari firman Allah ini adalah, janganlah
kalian gunakan harta kalian untuk para penguasa dan menyogok mereka, agar
mereka memberikan keputusan untuk kalian yang membuat harta itu menjadi bertambah
banyak. Dengan demikian, huruf بَ tersebut adalah bail zaaq mujarrad yaitu
بَ
yang mengandung makna ilshaaq (dekat/melekat), yang
terlepas dari sebab akibat[5].
Keterkaitan
dengan ayat lain:
Q.S. Al Baqarah (2): 188 mempunyai
keterkaitan dengan Q.S. Al Baqarah (2): 85 yang berbunyi:
ثُمَّ أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ
أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ
عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَىٰ تُفَادُوهُمْ
وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ ۚ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ
وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا
خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ
أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُون
Artinya:
“Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir
segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap
mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu
sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga)
terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan
ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat
demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dgunia, dan pada hari kiamat mereka
dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang
kamu perbuat.”
Kedua
ayat tersebut memiliki keterkaitan yaitu dalam kata تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ yang berarti “membunuh dirimu
(saudaramu sebangsa)” yaitu dalam lafal al amwaal diifdhahkan kepada dhamir
(yang kembali kepada orang) yang dilarang, (yaitu kum). Sebab, masing-masing
dari keduanya (orang dan sesuatu yang dilarang) merupakan manhi (yang dilarang)
dan manhi anhu (yang terlarang). Hal tersebut sesuai dengan kata tadi.
Ada juga
keterkaitan denga ayat lain yaitu
Ali imran : 161
وَمَا
كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ
وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ
ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan
perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada
hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian
tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan
(pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
Al maidah 42, 62, 63.
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ
لِلسُّحْتِ ۚ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ
أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ ۖ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ
شَيْئًا ۖ وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ
بِالْقِسْطِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
42. Mereka itu adalah
orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika
mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah
(perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu
berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu
sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara
itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
adil.
وَتَرَىٰ كَثِيرًا مِنْهُمْ
يُسَارِعُونَ فِي الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ
62. Dan kamu akan
melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan
dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan
itu.
لَوْلَا يَنْهَاهُمُ
الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ
السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
63. Mengapa orang-orang
alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan
bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka
kerjakan itu.
Penjelasan ayat dari berbagai literatur
tafsir Al-Qur’an :
Dalam semua
referensi yang saya baca tentang tarsir menjelaskan tentang penafisiran ayat
ini yaitu bersumber dari dua kata kunci secara garis besarnya yaitu kata وَلا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ dan kata وَتُدْلُوا
بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ . Yang mana kedua kata kunci tersebut selalu di bahas dalam
setiap tafsir tersebut. Dalam tafsir Al Maraghi disini dijelaskan kata batil
dalam ayat tersebut terdapat macam-macam dari batil tersebut yaitu[6]:
1. Riba; sebab
riba adalah memakan harta orang lain tampa adanya imbalan yang sewajarnya dari
orang memberikan harta.
2. Harta yang
diberikan untuk para penguasa atau para hakim sbagai risywah (suap) kepada
mereka.
3. Memberikan
sadaqah kepada orang yang mampu mencari nafkah yang penghasilannya sudah cukup.
4. Orang yang
mampu berusaha mengambil harta zakat. Seorang muslim dilarang mengambil harta
zakat kecuali dalam keadaan terpaksa.
5. Penjual jimat,
rajah, tulisan-tulisan al Qur’an sebagai jimat misalnya surat yasin, untuk
dipakai sebagai jimat penyubur usaha, atau mengasihi orang-orang yang sudah
meninggal.
6. Menganiaya
orang lain dengan cara gasab manfaat.
7. Penipuan dan
pemerasan.
8. Upah sebagai
ganti melakukan ibadah, seperti salat dan puasa.
Sedangkan dalam tafsir Al Qurthubi dijelaskan
bahwa makna dari firman Allah SWT ini adalah, janganlah sebahagian dari kalian
memakan harta sebahagian yang lain dengan jalan yang tidak benar. Dengan
demikian, maka termasuklah ke dalam firman Allah ini perjudian, penipuan,
perampasan, penginkaran hak, cara-cara yang tidak disukai pemiliknya, atau
sesuatu yang diharamkan oleh syari’at meskipun disukai pemiliknya[7].
Namun tidak termasuk ke dalam firman
Allah ini penipuan yang terjadi dalam jual beli, padahal sang penjual
mengetahui hakikat barang yang di jualnya. Pasalnya, penipuan (dalam jual beli)
ini lebih identik dengan hibbah.
Di antara bentuk memakan (harta orang
lain) dengan jalan yang batil adalah apabila seseorang memberikan keputusan
yang menguntungkanmu, sementara engkau tahu bahwa engkau adalah orang yang
berbuat batil. Dalam hal ini, sesuatu yang di haramkan tidak lantas menjadi
sesuatu yang dihalalkan hanya kerena keputusan qodhi. Sebab keputusan qodhi itu
hanya berlaku pada tataran lahiriyah (saja). Ini merupakan kesepakatan (ijma’)
yang berlaku dalam permasalahan harta.
Ada suatu pendapat yang terkandung dalam
ayat tersebut dalam ayat tersebut yang artinya “(Janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim” makna yang terkandung dalam firman Allah ini
adalah janganlah kalian gunakan harta kalian untuk para penguasa dan menyogok
mereka, agar mereka memberikan keputusan untuk kalian yang membuat harta itu
menjadi bertambah banyak.
Ibnu athiyah berkata[8],
“pendapan ini lebih di unggulkan. Sebab para penguasa itu diduga banyak
menerima suap, kecuali mereka yang dilindungi (Allah), namun jumlah mereka
sedikit.” Salin itu, juga karena dua lafazh
tersebut dimana kata tudluu berasal dari irsaal ad-dalwi (mengulurkan
ember), sedangkan kata risywah (suap) berasal dari kata Ar-rasyaa seolah dia
mengulurkan ember tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.
Analisis
penafsiran ayat:
Dari apa yang telh diulis
oleh penulis dapat di ambil analisa bawasannya dalam surah Al Baqarah ayat 188
tersebut menekankan kepada kita bawasannya risywah atau suap menyuap dalam
bidang hukum adalah sebuah tindakan yang dilarang oleh agama. Memang praktek
ini sudah lama terjadi banyak para pejabat menggunakan praktek tersebut untuk
memiliki harta orang atau meringankan beban bagi yang sudah terjerat kasus
tentunya. Padahal perbuatan tersebut sebuah perbuatan yang salah baik menurut
hukum ataupun menurut agama. Seperti halnya dalam kedua literatur yang penulis
kutib sebetulnya baik keduanya menjelaskan hal yang pada dasarnya sama akan
tetapi dengan cara penyampaian yang sama.
DAFTAR PUTAKA
Al Qurtubi, Tafsir Al Qurtubi, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007.
Al Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir
Al Maragi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993
[1] Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir Al Maragi, (Semarang: CV.
Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 143
[2] Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir Al Maragi, (Semarang: CV.
Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 143
[3] Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir Al Maragi, (Semarang: CV.
Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 140
[4] Syaikh Imam Al Qurtubi, Tafsir Al Qurtubi, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007), hlm. 766-767
[5] Syaikh Imam Al Qurtubi, Tafsir Al Qurtubi, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007), hlm. 770-771
Tidak ada komentar:
Posting Komentar