KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
segala nikmat Islam, iman, dan kesempatan sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah
ini yang membahas penafsiran tentang “Tabayyun/Cross-check Informasi di Bidang
Hukum” dalam QS: Al-Hujurat (6).
Makalah ini dibuat dalam rangka memberi penjelas tafsir yang
terdapat dalam QS: Al-Hujurat (6) yang membahas tentang wajibnya kita melakukan
Tabayyun tentang semua informasi yang khususnya terjadi di bidang hukum dan
umumnya terjadi di semua aspek kehidupan setiap manusia.
Dalam proses penyelesaian materi ini, tentunya penulis telah
dibantu dengan segala arahan, koreksi, dan saran, untuk itu ucapan terima kasih
disampaikan kepada:
·
Mansur, S.Ag., M.Ag, selaku dosen mata kuliah “Tafsir Ayat dan
Hadis Hukum”
·
Rekan-rekan mahasiswa jurusan Ilmu Hukum 2016
Akhirnya penulis
berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat khususnya untuk penulis,
umumnya untuk para pembaca.
Yogyakarta, 17 September
2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR
ISI............................................................................................................2
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG...............................................................................3
1.2.
RUMUSAN MASALAH...........................................................................3
1.3.
TUJUAN.....................................................................................................4
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1. AYAT DAN TERJEMAHAN..............................................................5
2.2. MAKNA PER KATA............................................................................5
2.3. ASBABUN NUZUL.............................................................................6
2.4. MUNASABAH AYAT..........................................................................8
2.5. LITERASI AYAT..................................................................................10
2.6. ANALISIS PENAFSIRAN AYAT........................................................13
BAB
3 PENUTUP
3.1
KESIMPULAN......................................................................................15
DAFTAR
PUSTAKA...............................................................................................16
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Permasalahan zaman globalisasi ini adalah para liberalisme yang
memegang kekuasaan negeri ini dengan tidak memperhatikan aspek kejujuran dalam
memutuskan semua masalah kehidupan khusunya di bidang hukum. Sebagai kaum
muslim yang memegang teguh Al-qur’an sebagai sumber ajaran yang utama
seyogyanya kita melakukan tabayyun/cross-check dalam memuuskan semua masalah.
Ditinjau dari
aspek sosial permasalahan ini telah merasuk kedalam budaya sosial yang sering
menyebar gosip, isu, ataupun adu domba. Bahkan lebih parahnya lagi masalah ini
dijadikan sumber pendapatan bagi setiap pelakunya.
Al-qur’an pun telah memberikan kita anjuran untuk melakukan
tabayyun/cross-check dalam QS: Al-Hujurat (6). Terapi dari kata tabayyun adalah
kunci dari penyelesaian masalah kehidupan ini. Selama kita tidak hanya
menjadikan Al-qur’an sekedar imu pegetahuan semata yang dibaca atau kita
pelajari selama di ini bahkan sekedar saat kita mendengar dikhutbahkan di
mimbar-mimbar shalat jum’at maka dengan tabayyun itu kita bisa menciptakan
masyarakat yang saling menebarkan kebaikan di dunia ini.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.2.1
Bagaimana tafsir Al-qur’an QS: Al-Hujurat (6)?
1.2.2
Bagaimana pendapat para ulama tentang isi penafsiran Al-qur’an QS:Al-Hujurat
(6)?
1.2.3
Apa analisis penafsiran ayat dalam Al-qur’an QS: Al-Hujurat (6)?
1.3
TUJUAN
1.3.1
Mengetahui penafsiran Al-qur’an QS: Al-Hujurat (6).
1.3.2
Mengetahui pendapat beberapa ulama tentang isi penafsiran Al-qur’an
QS: Al-Hujurat (6).
1.3.3
Memahami hasil analisis penafsiran ayat dalam Al-qur’an QS:
Al-Hujurat (6).
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. AYAT DAN TERJEMAHAN
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR ÇÏÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.[1]
2.2. MAKNA PER KATA:
فَاسِقٌ : Orang fasiq (orang
yang keluar dari batas-batas agama). Yakni dari kata Fasaqar Rutabu,
yang artinya kurma itu keluar dari kulitnya.[2]
بِنَبإٍ : Membawa berita,
pengetahuan (ilmu)
فَتَبَيَّنوْا : Mencari kejelasan dengan teliti
تُصِيْبُوْا : Menimpakan musibah
فَتُصْبِحُوْا : Menyebabkan
نَادِمِيْن : Orang-orang yang menyesal.
Yakni orang-orang yang sedih berkepanjangan dan berangan-angan sekiranya hal
itu tidak terjadi. Karena penyesalan adalah kesedihan atas terjadinya sesuatu
yang disertai angan-angan sekiranya hal itu tidak terjadi.[3]
2.3. ASBABUN NUZUL
Al-Hafidz
Ibnu Katsri menyatakan bahwa hal yang melatari ayat sangatlah banyak, tetapi yang terbaik adalah
riwayat dri Imam Ahmad dari jalur kepala suku Bani Mushthaliq, Al-Harits Ibu
Dhirar Al-Khuza’i, ayah dari Juwairiyah Binti Al-Harits Ummil Mu’minin RA.
Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata : “Kami diberitahu oleh Muhammad ibnu Sabiq,
beliau berkata : aku diberithu Isa Ibnu Dinar, beliau berkata : aku diberitahu
oleh ayahku, bahwa beliau mendengar langsung penuturan Al-Harits Ibnu Dhirar
Al-Khuza’i RA: Beliau mengatakan: “Aku mendatangi Rasulullah SAW. Beliau
mengajakku ke dalam Islam, akupun menyetujuinya. Aku katakan: “Wahai,
Rasulullah. Aku akan pulang untuk mengajak mereka berislam, juga berzakat. Siapa
yang menerima, aku kumpulkan zakatnya, dan silahkan kirim utusan kepadaku pada
saat ini dan itu, agar membawa zakat yang telah kukumpulkan itu kepadamu.”[4]
Setalah
semua zakat terkumpul dan waktu yang disepakati dengan Rasulullah telah tiba, ternyata
utusan tersebut menahan diri dan tidak datang. Sementara itu al-Harits mengira
bahwa ada sesuatu yang tidak berkenan di hati Rasululllah SAW yang menyebabkan
beliau tidak kunjung mengirimkan utusannya. Al-harits juga khawatir semua ini
akan membawa keburukan kepadanya maupun kaumnya.
Setelah
melalui musyawarah dengan tokoh-tokoh Bani Mushthaliq, Al-Harits merasa harus
datang kepada Rasulullah SAW bukannya menanti utusan Rasulullah yang akan
mengambil zakat. Dan berangkatlah beberapa dari mereka yang dipimpin langsung
oleh Al-Harits untuk menyerahkan zakat itu secara langsung.
Sebenarnya
Rasulullah SAW telah mengutus Al-Walid Ibnu `Uqbah kepada Al-Harits untuk
mengambil zakat tersebut, tetapi di tengah jalan Al-Walid ketakutan, sehingga
ia pun kembalilah kepada Rasulullah SAW sembari mengatakan sesuatu yang tidak
benar: “Wahai Rasulullah, Al-Harits menolak menyerahkan zakatnya, bahkan hendak
membunuhku.” maka marahlah Rasulullah SAW, lalu mengutus pasukannya kepada al-Harits.
Sementara itu, al-Harits telah berangkat bersama kaumnya. Akhirnya Rasulullah
mengutus lagi beberapa sahabat untuk menemui Al-Harits diperjalanan.[5]
Pasukan Rasulullah SAW itu berkata:
“Ini dia Al-Harits.”
Setelah al-Harits mengenali mereka,
ia pun berkata: “Kepada siapa kalian diutus?”
Mereka menjawab:“Kepadamu”.Dia
bertanya: “Untuk apa?”
Mereka menjawab: “Sesungguhnya Rasulullah
SAW pernah mengutus Al-Walid Ibnu `Uqbah, dan ia melaporkan bahwa engkau
menolak membayar zakat, bahkan ingin membunuhnya.”
Al-Harits menyahut: “Tidak benar itu.
Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sesungguhnya. Aku tidak pernah
melihatnya sama sekali, apalagi datang kepadaku.”
Setelah al-Harits menghadap, Rasulullah
SAW bertanya: “(Benarkah) engkau menolak membayar zakat dan bahkan ingin
membunuh utusanku?”
Al-Harits menjawab: “Itu tidak
benar. Demi Allah yang mengutusmu dengan sesungguhnya, aku tidak pernah
melihatnya dan tidak pula datang kepadaku. Dan, tidaklah aku berangkat kecuali
setelah nyata ketidakhadiran utusanmu. Aku justru khawatir jika ia tidak datang
karena adanya kemarahan Rasulullah SAW.” Maka turunlah ayat dalam surat
al-Hujurat (6).[6]
2.4. MUNASABAH AYAT
1.
QS: Al-Isro : 36
wur ß#ø)s? $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# u|Çt7ø9$#ur y#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ
Artinya : Dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya. (QS: Al-Isro : 36)
Menurut Al-Aufi, janganlah kamu menuduh seseorang dengan sesuatu yang tidak
ada pengetahuan bagimu tentangnya.[7]
Menurut Qatadah, janganlah kamu mengatakan bahwa kamu melihatnya, padahal
kamu tidak melihatnya; atau kamu katakan bahwa kamu mendengarnya padahal kamu
tidak mendengarnya; atau kamu mengatakan bahwa kamu mengetahuinya padahal kamu
tidak mengetahuinya. Karena sesungguhnya Allah SWT kelak akan meminta
pertanggungjawaban darimu tentang hal tersebut secara keseluruhan.[8]
Menurut Muhammad Ibnul Hanafiyah maknanya adalah kesaksian palsu.
Kesimpulannya bahwa Allah SWT melarang untuk mengatakan sesuatu tanpa
pengetahuan, bahkan melarang pula mengatakan sesuatu berdasarkan dzan (dugaan)
yang bersumber dari sangkaan dan ilusi.
2. QS. Qaaf (18)
Selain sikap waspada
dan tidak mudah percaya begitu saja terhadap sebuah informasi yang datang dari
seorang fasiq, Allah SWT juga mengingatkan agar tidak menyebarkan begitu saja
berita yang tidak jelas sumbernya tersebut sebelum jelas kedudukannya. Allah
SWT berfirman,”Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf (18)
3. Hadits
Imam Baihaqi menuturkan
bahwa Khalifah Ar-Rasyid mendengar kabar tentang Imam Syafi’i yang hendak
mengusir seorang ‘alawi (Pengikut ImamAli) dari Yaman –padahal kabar itu tidak
benar. Ar-Rasyid marah, kemudian dia mengirim pasukan untuk menangkap Imam
Syafi’i. Selain Imam Syafi’i ada 17 oranng juga yang ditangkap.
Muhammad bin Hasan memberikan pertolongan, namun itu
tidak berarti apa-apa.
Ar-Rasyid membunuh
sembilan orang diantara mereka, kemudian Imam Syafi’i dibawa menghadap
kepadanya.
Begitu berada di hadapan
Ar-Rasyid, Imam Syafi’i berkata,”Dengan menyebut nama Allah yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.” (QS.
Al-Hujurat [6])
Ar-Rasyid
kemudian berkata,”Bukankah berita tentangmu itu benar?”
“Wahai Amirul
Mukminin, bukankah setiap orang di muka bumi ini yang mengaku pengikut Ali
pasti beranggapan bahwa semua orang adalah budaknya? Bagaimana mungkin aku akan
mengusir seseorang yang akan menjadikanku sebagai hambanya? Bagaimana mungkin
aku dengki dengan keutamaan Bani Abdi Manaf sedang aku bagian dari mereka
bagian dariku?” Jelas Imam Syafi’i
Amarah
Ar-Rasyid pun mereda.[9]
2.5. LITERASI AYAT
Begitu banyak ayat-ayat
yang menerangkan tentang hubungan manusia dengan manusia yang lainnya. Allah
SWT mendidik hamba-hamba-Nya yang mukmin dengan suatu kesopanan yang berguna
bagi mereka dalam soal agama maupun dunia. Mengenai bagaimana sikap orang mukmin
apabila mendapat suatu berita yang dibawa oleh orang orang fasiq yang berita
tersebut belum jelas kebenarannya.
Berdasarkan penafsiran QS. Al-Hujurat (6) yang
menjelaskan larangan untuk bertindak terlebih dahulu apabila terdapat suatu
berita yang belum jelas kebenarannya. Akan tetapi berkewajiban untuk memeriksa
terlebih dahulu tentang kebenaran suatu berita tersebut dan berusaha untuk
mengetahui hal yang sebenarnya terjadi. Dalam tafsir al-Marighi dijelaskan,
hal ini dilakukan agar tidak sampai melakukan penganiayaan terhadap suatu kaum
yang tidak mengetahui hal ihwal mereka. Sehingga menyebabkan menyesal dengan
tindakan yang terlanjur dilakukan.[10] Dalam
Tafsir Al-Maraghi juga dijelaskan sebagai peringatan atas bencana yang
akan terjadi apabila terdapat suatu berita yang belum jelas kebenarannya dan
kemudian langsung mempercayainya, maka akan menjadikan salah sangka dan
kesalahfahaman dengan berita tersebut yang
akan mengakibatkan bercerai berainya umat Islam.[11]
Dalam tafsir Al-Mizan
fi Tafsir Al-Qur’an dijelaskan, bahwa ayat diatas merupakan menetapkan
perintah untuk meneliti berita dari orang fasiq memiliki arti larangan
melakukan berita tersebut. Sedangakn hakikatnya adalah menyingkap tidak adanya
argumen. Hal ini juga ketetapan terhadap suatu berita yang tidak berargumen
yang tidak disadari oleh akal, dimana orang yang memberi kabar tidak dapat
dipercaya dan tidak ada urutan peristiwa dari berita tersebut.[12] Dalam
tafsir Al-mizan fi Tafsir Al-Qur’an dijelaskan bahwa ayat di atas mengandung
penetapan apa yang ditetapkan oleh pemikir dan penafian dengan apa yang
dinafikan oleh mereka dan itu pelaksanaan bukan pendirian.[13]
Sehubungan dengan ayat
di atas adalah fiman Allah SWT:
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia
menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat
kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan
keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada
kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti
jalan yang lurus.” (QS. Al-Hujurat [7]) [14]
“Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. dan Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hujurat [8])[15]
Ayat ini
menjelaskan, diperintahnya Rasulullah untuk umatnya adalah sebagai pembimbing
dan menuntun bagi umat manusia agar mereka tidak salah dalam bertindak dan
bersikap. Dalam tafsir Al-Maraghi dijelaskan, diperintahnya Rasulullah
disini adalah untuk memberi petunjuk umat-umatnya. Dan kewajiban dari
umat-umatnya adalah untuk mematuhi, menghormati, mengagungkan, bersikap sopan
dan lain-lainnya. Karena Rasulullah lebih tahu dan mengetahui tentang kemaslahatan-kemaslahatan.[16] Ayat
yang sama dengan redaksinya dengan ayat di atas adalah:
ÓÉ<¨Z9$# 4n<÷rr& úüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ ô`ÏB öNÍkŦàÿRr&
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari
diri mereka sendiri.” (QS. Al-Ahzab [6]) [17]
Dijelaskan pula dalam tafsir Al-Maraghi beberapa alasan
kenapa Allah SWT memerintahkan untuk mematuhi peraturan Rasulullah SAW alah
karena beliau lebih belas kasih terhadap orang mukmin daripada Rasulullah
sendiri. Dan apabila umatnya tidak mematuhi apa yang diperintahkan oleh
Rasulullah dan beliau mengikuti apa yang disarankan umatnya, maka akan
terjerumuslah kedalam kesulita dan dosa. [18]
Dari keterangan
ayat 6-8 dalam Surat Al-Hujurat di atas, bahwa ayat di atas terdapat persamaan
dan perbedaan dalam penafsirannya, di antaranya pada ayat yang berbunyi
(ó 7,Å$sùOä.uä!%y` bÎ) #þqãZtB#uä tûïÏ%©!$# $pkr'¯»t dalam tafsir Al-Maraghi maupun tafsir Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an menekankan
pada lafadz (#þqãY¨t6tGsù yaitu larangan untuk bertindak
terlebih dahulu apabila terdapat suatu berita yang belum jelas kebenarannya.
Akan tetapi berkewajiban untuk memeriksa terlebih dahulu tentang kebenaran
suatu berita tersebut dan berusaha untuk mengetahui hal yang sebenarnya
terjadi. Dari sinilah mengingatkan atas bencana yang akan terjadi apabila
terdapat suatu berita yang belum jelas kebenarannya dan kemudian langsung
mempercayainya, maka akan menjadikan salah sangka dan kesalahfahaman dengan
berita tersebut yang akan mengakibatkan
bercerai berainya umat Islam.
2.6. ANALISIS PENAFSIRAN AYAT
Ayat ini seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Katsir termasuk ayat yang agung
karena mengandung sebuah pelajaran yang penting agar umat tidak mudah
terpancing, atau mudah menerima begitu saja berita palsu, isu murahan, dan
berita yang menebar fitnah. Allah SWT, mendidik
hamba-hamba-Nya yang mukmin dengan suatu kesopanan yang berguna bagi mereka
dalam soal agama maupun dunia mereka. Pendidikan itu didapat hamba-Nya dari
Al-Qur’an itu sendiri untuk berbagai aspek kehidupan di dunia ini. Di dalam
analisis penafsiran ayat QS.Al-Hujurat (6) apabila dikaitkan dalam bidang hukum
maka kata (#þqãY¨t6tGsù adalah hal yang paling pantas untuk kita gunakan. Karena dalam
menentukan sebuah hukum kita harus mengetahui secara detai tentang masalah yang
akan dihukumi itu. Hal itu perlu dilakukan agar jangan sampai orang-orang
mukmin menimpakan suatu bencana kepada suatu kaum yang tidak mereka ketahui hal
ihwal mereka,lalu menyesal mereka atas perbuatan yang terlanjur mereka lakukan
dan berangan-angan sekiranya hal itu tidak pernah terjadi. [19]
Dari Buraidah RA
menceritakan Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga golongan hakim dua daripadanya
akan masuk neraka dan yang satu akan masuk surga, ialah hakim yang mengetahui
mana yang benar dan lalu ia memutuskan hukuman dengannya, maka ia akan masuk
surga, hakim yang mengetahuimana yang benr, tetapi ia tidak mejatuhkan hukuman
itu atas dasar kebenaran itu, maka ia akan masuk neraka, dan hakim yang tidak
mengetahui mana yang benar, lalu ia menjatuhkan hukuman atas dasar
ketidaktahuannya itu, maka ia akan masuk neraka juga.” (HR.Arba’ah)
Makna dari hadits
di atas dengan penafsiran QS.Al-Hujurat (6) adalah tentang mengetahui
perkara/informasi yang sebenarnya dari sebuah masalah serta memutuskan masalah
itu dengan sebenar-benarnya. Tetapi kita harus tetap berhati-hati apabila kita
benar-benar mengetahui perkara/informasi itu dengan baik, tetapi kita
memutuskan/mengaplikasikannya dalam sebuah keputusan yang kita hadapi, maka
kita termasuk golongan hakim yang tidak ideal dan masuk neraka. Naudzubillah
Berdasarkan penafsiran dari ayat QS.Al-Hujurat (6) diatas maka kita
bisa membagi tentang sumber (media) hukum menjadi tiga klasifikasi. Pertama,
berita dari seorang yang jujur yang secara hukum harus diterima. Kedua,
berita dari seorang pendusta yang harus ditolak. Ketiga, berita
seorang yang fasiq yang membutuhkan klarifikasi, cek dan ricek akan
kebenarannya.
BAB 3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
1.
Islam mengajarkan kita untuk malakukan tabayyun/cross-check dalam setiap
aspek kehidupan di dunia ini. Dan QS.Al-Hujurat ini merupakan alasan yang logis
bagi penerimaan dan pengamalan suatu berita.
2.
Dengan bertabayyun kita bisa menciptakan suasana yang dama dan tenang dalam
kehidupan bermasyarakat kita ini.
3.
Sikap tabayyun/cross-check merupakan perintah Allah SWT, sementara sikap
terburu-buru merupakan arahan setan.
4.
Sebagai Ahli Hukum kita harus bisa mengaplikasikan sikap tabayyun ini.
Karena betapa pedihnya ancaman Allah SWT melalui perkataan Nabi Muhammad SAW
terhadap ahli hakim yang tidak melakukan tabayyun ataupun tidak melakukan
pemutusan hukum yang baik dan benar maka akan akan dimasukkan kedalam
neraka-Nya
5.
Semoga kita mampu menangkap pesan Allah SWT yang cukup agung ini agar
terhindar dari penyesalan dan kerugian di dunia maupun akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Luthfi, Hakim. 2009. Tafsir
Tazkiyah. Jakarta: Gema Insan
Al-Marghani, Musthafa
Ahmad. 1987. Terjemahan Tafsir Al-Maraghi / Syeikh Ahmad Musthafa
Al-Maraghi. Semarang: Toha Putra
Departemen Agama RI.
1975. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama Repurblik
Indoneisa
Al-Farran, Ahmad bin
Musthafa. 2009. Tafsir Imam Syafi’i. Jakarta: Al-Mahira
googleweblight.com/?lite_url=http://www.muslimdaily.net/opini/wawasan-islam/tatsabbut-dan-tabayyun.html//
[1] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.., hlm. 844.
[4] Qomarudin Saleh, dkk. Asbab Nuzul (Latar Belakang
Histori Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an) (Bandung: Diponegoro, Cet X,1988, hlm.468
[5] Qomarudin Saleh, dkk. Asbab Nuzul (Latar Belakang
Histori Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an) (Bandung: Diponegoro, Cet X,1988, hlm.468
[6] Qomarudin Saleh, dkk. Asbab Nuzul (Latar Belakang
Histori Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an) (Bandung: Diponegoro, Cet X,1988, hlm.468
[10] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz XXV.., hlm.127.
[15] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.., hlm. 844.
[16] Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz XXV..,
hlm.127
[17] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.., hlm. .667
[18] Ibid. 16
[19] Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Kitab Al-Maraghi.., hlm. 210-211
Tidak ada komentar:
Posting Komentar