Rabu, 23 November 2016

zakat profesi



MAKALAH ZAKAT PROFESI
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih dan ushul fiqih)
Dosen Pengampu : Bapak Khoirul Anam





Disusun Oleh :
Muhammad Abdul Ghofur Asshiddiq (16340026)
ILMU HUKUM A




PRODI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016


KATA PENGANTAR
      Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayah serta inayahnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW, yang lelah menuntun kita mulai dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benerang seperti saat ini.
      Penulisan makalah ini bertujuan untuk dapat memenuhi tugas mata kuliah fiqih dan ushul fiqih oleh dosen pengampu Bapak Khoirul Anam.
      Makalah ini terselesaikan tak lepas dari berbagai dorongan yang telah mendukung. Setiap manusia tak pernah luput dari kata salah dan lupa, oleh karena itu kami sebagai hambanya mohon maaf bila ada kekurangan dalam menyusun makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum sempurna. Maka dari itu, kami mengharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun agar makalah berikutnya menjadi lebih sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusunnya sendiri dan kepada para pembaca.
Yogyakarta, 8 November 2016


Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................       i
KATA PENGANTAR.......................................................................................      ii
DAFTAR ISI......................................................................................................     iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................      1
A.    Latar Belakang........................................................................................      1
B.     Rumusan Masalah...................................................................................      2
C.     Tujuan.....................................................................................................      2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................      3
A.    Pengertian zakat......................................................................................      3
B.     Definisi zakat profesi..............................................................................      4
C.     Nisab, besarnya dan cara menetapkannya...............................................      7                       
BAB III PENUTUP...........................................................................................    11
A.    Kesimpulan.............................................................................................    11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................    12





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu pilar utama dalam rukun islam adalah perintah zakat. Disebut demikian karena perintah zakat bukan sekedar praktik ibadah yang memiliki dimensi spiritual, tetapi juga sosial. Zakat merupakan ibadah dan kewajiban bagi sosial bagi kaum muslim yang kaya (aghniya’) ketika memenuhi nisab (batas minimal) dan hawl (waktu satu tahun). Secara sosiologis zakat bertujuan untuk memeratakan kesejahteraan dari orang kaya kepada orang lain secara adil dan mengubah penerima zakat menjadi pembayar zakat. Oleh karena itu, jika zakat diterapkan dalam format yang benar, selain dapat meningkatkan keimanan, juga dapat mendorong pertumbuhan secara ekonomi secara luas.
Gagasan untuk mengimplementasikan zakat dari semua hasil usaha yang bernilai ekonomis, baik dari sektor jasa maupun profesi belum sepenuhnya diterima oleh umat islam di Indonesia.untuk merealisasikan tujuan zakat, disamping meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat, tidaklah memadai bila yang dikenal zakat hanya terbatas pada ketentuan teks secara eksplisit. Sementara itu, realitas sosial ekonomi di masyarakat menunjukkan semakin meluas dan bervariasinya jenis lapangan kerja dan smber penghasilan pokok dibarengi dengan mulai berkurangnya minat sebagian masyarakat terhadap jenis pencarian yang potensial terkena kewajiban zakat. Lalu apa jadinya bila suatu saat jenis penghasilan yang terkena kewajiban zakat makin berkuang, sedangkan pencaharian tak kena zakat makin bertambah. Fonemena di atas, secara esensial bertentangan dengan prinsip keadilan islam, sebab petani yang pengahasilannya kecil justru diwajibkan membayar zakat, sementara seorang eksekutif, seniman, atau dokter justru dibiarkan tidak membayar zakat.
Atas dasar itu, implementasi zakat profesi di indonesia masih mengundang perdebatan, terutama terkait dengan jenis-jenis profesi di indonesia masih mengundang perdebatan, terutama terkait dengan jenis-jenis profesi dan persyaratan zakat yang harus dikeluarkan. Kerena tidak adanya Al-Qur’an atau hadis yang menjelaskan hal tersebut. Oleh karena banyak masyarakat yang kurang menerima tentang diterapkannya zakat profesi di Indonesia. Maka dari itu penulis akan membahas sedikit tentang zakat profesi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pandangan fiqih tentang zakat profesi?
2.      Berapa nisab, besarnya, dan cara meetapkannya?
3.      Berapa besar zakatnya?
C.    Tujuan
Semakin meluas dan bervariasinya jenis lapangan kerja dan sumber penghasilan pokok dibarengi dengan mulai berkurangnya minat sebagian masyarakat terhadap jenis pencarian yang potensial terkena kewajiban zakat. Oleh karena itu, apakah perlukah zakat profesi terhadap mereka karena jumlah pendapatan mereka lebih besar dari pekerjaan yang telah ditentukan zakatnya.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN ZAKAT
Ditinjau dari segi bhasa, kata zakat merupakan kata masdar dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, beersih, dan baik.sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang. Dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik.
Menurut lisan al-arab arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari sudut bahasa adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji. semua digunakan dalam quran dan hadis.
Tetapi yang terkuat, menurut wahidi[1] dan lain-lain, kata dasar zaka berarti bertambah dan tumbuh, sehingga bisa dikatakan, tanaman itu zaka, arinya tumbuh, sedangkan tiap sesuatu yang bertambah disebut zaka artinya bertambah. Bila satu tanaman tumbuh tanpa cacat, maka kata zaka disini berarti bersih.
Zakat dari segi istilah fiqih[2] berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak” disamping berarti “mengeluarka jumlah harta itu sendiri.” Jumlah yang ditentukan itu sendiri.” Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu “menambah banyak, membuat lebih berarti dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan.” Demikian naawawi mengutip pendapat wahidi.
Arti “tumbuh” dan “ suci” tidak dipakai hanya buat kekayaan, tetapi lebih dari itu, juga buat jiwa orang yang menzakatkannya, sesuai dengan firman Allah:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5
“Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau besihkan dan sucikan mereka dengannya.”
Azhari berkata behwa zakat juga menciptakan pertumbuhan buat orang-orang miskin. Zakat adalah cambuk ampuh yang membuat zakat tidak hanya menciptakan pertumbuhan material dan spiritual bagi orang-orang miskin, tetapi juga mengembangkan jiwa dan kekayaan orang-orang kaya.
B.     Definisi Zakat Profesi
Imam Malik bin Anas dalam karyanya Al muwatta’ menyatakan bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan adalah khalifah pertama yang memberlakukan pemungutan zakat dari gaji, upah dan bonus inssentif tetap terhadap prajurit islam. Namun sebelumnya praktik zakat yang serupa juga dilakukan di kalangan para sahabat seperti Umar Bin Khattab memungut kharaj (sewa tanah) dan zakat kuda, padahal keduanya tidak dilakukan oleh Rasululluh SAW. Ibn Abbas dan Ibn Mas’ud memungut zakat penghasilan, pemberian dan bonus. Imam Ahmad berpendapat baahwaa harta kekayaan Al-mustaghaallat (pabrik, kapal, pesawat, penyewaan rumah), jika dikembangkan dan produksinya mencapai nisab, maka wajib dikenai zakat[3].
Umar bin Abd Al aziz adalah orang pertama yang mewajibkan zakat atau gaji, jasa honorarium, penghasilan dan berbagaijenis profesi. Jika dicermati dari sudut pengamatan sejarah (tarikh tasyri’), kesuksesan Umar bin Abd Al aziz, sesungguhnya didukung oleh beberapa faktor, yaitu (1) terbentukny kesadaran kolektif dan pemberdayaan bayt al mal, (2) komitmen yang tinggi pada diri seorng pemimpin, disamping adanya kesadaran di kalangan umat secara umum, (3) kondisi ekonomi relatif ideal, (4) adanya kepercayaan terhadap birokrasi atau pengelola zakat akan pengumpulan dan pendistribusian zakat. Dengan kata lain, parapembayar zakat tidak menaruh kecurigaan akan terjadinya penyelewengan dan penyaahgunaan danazakat yang mereka kumpulkan ke bayt al mal[4].
Fakta ketiadaan literatur hukum klasik (kitab fiqh yang mengupas secara detail perihal “zakat penghasilan dan jasa” kecuali literatur mutakhir, seperti yusuf al Qarwawi, wahbah al Zuhayli dan lain-lain menunjukkan bukti bahwa status hukum zakat profesi masih dalam tataran wacana ijtihadiyah kontemporer. Proses penyerapan terhadap hukum produk ijtihad memerlukan waktu yang relatif lama dan tidak mungkin dipaksakan.
Profesi dalam islam dikenal dengan istilah al kasb yaitu harta yang diperoleh melalui berbagai usaha, baik melalui kekuatan fisik, akal pikiran jasa. Definisi lain profesi dipopulerkan dengan term mihnah (profesi) dan hirfah (wiraswasta). Menurut mustikorini indrijaningrum, bahwa salah satu potensi zakat di indonesia adalah zakat penghasila atau profesi. Pertimbangannya, karena zakat penghasilan atau penghasilan menjadi sumber pendanaan yang cukup besar, bersifat tetap dan rutin. Oleh karena itu, jika digali dari sumber penghasilan dan profesi tersebut, maka dimungkinkan menngkatkan perekonomian bangsa.
Muhammad al Ghazali dalam karya  al islam wa al awda’ al iqtisadiya sebagaimana dikutip syarin harahap menyatakan penghasilan berupa jasa profesi wajib dikeluarkan zakatnya, dan nisabnya dipersamakan dengan nisab hasil pertanian, yaitu 5 wasaq atau 653 kilogram gandum. Abu hanifah dan Imam Maliki menyatakan bahwa harta penghasilan itu dikeluakan zakatnya bila mencapai masa setahun penuh. Sedangkan Imam Syafi’i berpendpat bahwa harta penghasilan gaji dan profesi tidak wajib di zakati. Ibn Hmzjuga menyatakan bahwa terdapat kekacauan pendapat dan salah. Menurutnya, semua pendapat itu hanya dugaan belaka, tidak memiliki landasan, baik al Quran, Hadist, ijma’, maupun qiyas dan yang dapat dipertimbangkan adalah pendapat daud zahiri yang ke luar dari pertentangan pendapat di atas.  Ia berpendapat bahwa seluruh harta penghasilan wajib dikeluarkan zakat tanpa persyaratan satu tahun[5].
C.    Nisab, besarnya dan cara menetapkannya
Muhammad al Ghazali[6] dalam karya  al islam wa al awda’ al iqtisadiya sebagaimana dikutip syarin harahap menyatakan penghasilan berupa jasa profesi wajib dikeluarkan zakatnya, dan nisabnya dipersamakan dengan nisab hasil pertanian, yaitu 5 wasaq atau 653 kilogram, dari yang terndah nilainya yang dihasilkan tanah seperti gandum, wajib berzakat.
Pendapat di atas adalah salah satu pendapat yang cukup kuat sekarang ini walaupun masih kurang kuat di indonesia karena masih banyak yang kurang setuju dengan zakat profesi.
Orang-orang yang memiliki profesi itu memperoleh dan menerima pendapatan mereka tidak teratur, kadang-kadang setiap hari seperti pendapatan seorang dokter, kadang-kadang pada saat-saat tertentu seperti advokad dan kontraktor serta penjahit atau sebangsanya, sebagian pekerja menerim upah mereka setiap minggu atau dua minggu, dan kebanyakan pegawai menerima gaji mereka setiap bulan, lalu bagaimana kita menentukan penghasilan mereka itu?
Di sini kita bertemu dengan dua kemungkinan[7]:
1.      Memberlakukan nisab dalam setiap jumlah pendapatan atau penghasilan yang diterima . dengan demikian penghasilan yang mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran-pembayaran yang besar kepada para golongan profesi, wajib dikenakan zakat, sedangkan yang tidak mencapai nisab tidak terkena.
Kemungkinan ini dapat dibenarkan, karena membebaskan orang-orang mempunyai gaji yang kecil dari kewajiban zakat dan membatasi kewajiban hanya atas pegawai-pegawai tinggi dan tergolong tinggi saja. Ini lebih mendekati kesamaan dan keadilan sosial. Di samping itu juga merupakan realisasi pendapat sahabat dan para ulama fiqih yang mengatakan bahwa penghasilan wajib zakatnya pada saat diterima bila mencapai nisab. Tetapi meenurut ketentuan wajib zakat atau penghasilan itu bila masih bersisa di akhir tahun dan cukup senisab. Tetapi bila kita harus menetapkan nisab untuk setiap kali upah, gaji, atau pendapat yang diterima, berarti kita membebaskan kebanyakan golongan profesi yang menerima gaji beberapa kali pembayaran dan jarang sekali cukup nisab dari kewajiban zakat, sedangkan bila seluruh gaji itu dari satu waktu itu dikumpulkan akan cukup senisab bahkan akan mencapai beberapa nisab. Begitu jugahalnya kebanyakan para pegawai dan pekerja.
2.      Disini timbul kemungkinan yang kedua, yaitu mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali itu dalam waktu tertentu. Kita menemukan ulama-ulama fiqih yang berpendapat seperti itu dalam kasus nisab petambangan, bahwa hasil yang diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak pernah terputus di tengah akan lengkap-melengkapi untuk mencapai nisab. Para ulama fiqih itu juga berbeda pendapat tentang penyatuan hasil tanaman dan buah-buahan anrata satu dengan yang lain dalam satu tahun. Madzhab hanbbali berpendapat bahwa hasil bermacam-macam jenis tanaman dan buah-buahan selama satu tahun penuh dikumpulkan jadi satu untuk mencapai sayu nisab, karena kedua penghasilan tersebut adalah buah-buahan yang dihasilkan dalam satu tahun, sama halnya dengan jagung yang berbuah dua kali.
Atas dasar ini dapat kita katakan bahwa satu tahun merupakan satu kesatuan menurut pandangan pembuat syariat, begitu juga menurut pandangan ahli perpajakan modern. Oleh karena itulah ketentuan setahun diberlakukan dalam zakat.
Fakta adalah bahwa para pemerintah mengatur gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun. Meskipun dibayarkan perbulan karena kebutuhan peawai yang mendesak.
berasarkan hal itulah zakat penghasilan besih  seorang pegawai dan golongan profesi dapat diambil dari daalam setahun penuh, jika pendapatan bersih itu mencapai satu nisab. Semoga pendapat-pendapat sebagian ulama fiqih yang menegaskan bahwa harta penghasilan wajib zakat dan cara mengeluarkan zakatnya seperti diterangka mereka. Ada dua cara mengeluakan zakatnya menurut ulama yaitu
1.      Az-zuhri berpendapat bahwa bila seoorang memperoleh penghasilan dan ingin  membelanjakannya sebelum bulan wajib zakatnya datang, maka hendaklah ia segera mengeluakan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya dan bila tidak ingin membelanjakannya maka hendaklah ia mengeluarkan zakatnya  bersamaan dengan kekayaannya yang lain-lain[8].
2.      Makhul berpendapat bahwa bila seorsng harus mengeluarkan zakat pada bulan tertentu kemudian memperoleh uang tetapi kemudian dibelanjakannya, maka uang itu tidak waib zakat, yang wajib zakat hanya uang yang sudah datang bulan  untuk mengeluarkan zakat itu. Tetapi bila ia tidakk harus mengeluarkan zakat pada bulan tertentu kemudian ia memperolehuang, maka ia harus mengeluarkan zakatnya pada waktu uang tadi diperoleh[9].





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahwasannya di indonesia zakat profesi masih sulit ditentukan karena kebanyakan masyarakat indonesia memakai madzab syafi’i sehingga sulit dalam penerapannya. Dan dalam penntuan nisab  ghazalli menetapkan 5 wasaq atau 6653 kg gandum walaupun itu adalah pendapat karena tidak ada dalil yang mengatur soal ini dalam Al quran dan Hadist sehingga sulit untuk menerimanya.













DAFTAR PUSTAKA
Qardawi, yusuf. Hukum Zakat. 1993. Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa.
Hadi, Dr. Muhammad. Problematika Zakat Profesi dan Solusinya. 2010. Yogyakarta: Pustaka pelajar.


[1] Yusuf Qardawi. Hukum Zakat (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa.1993). hlm 34
[2]Yusuf Qardawi. Hukum Zakat (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa.1993). hlm 34-35
[3]Dr. Muhammad Hadi. Problematika Zakat Profesi dan Solusinya(Yogyakarta: Pustaka pelajar.2010). hlm 51-52
[4] Dr. Muhammad Hadi. Problematika Zakat Profesi dan Solusinya(Yogyakarta: Pustaka pelajar.2010). hlm
[5] Dr. Muhammad Hadi. Problematika Zakat Profesi dan Solusinya(Yogyakarta: Pustaka pelajar.2010). hlm 55
[6] Yusuf Qardawi. Hukum Zakat (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa.1993). hlm 482
[7] Yusuf Qardawi. Hukum Zakat (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa.1993). hlm 483-484
[8] Yusuf Qardawi. Hukum Zakat (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa.1993). hlm 484
[9] Yusuf Qardawi. Hukum Zakat (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa.1993). hlm 485

Tidak ada komentar:

Posting Komentar