MAKALAH ZAKAT PROFESI
(Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah fiqih dan ushul fiqih)
Dosen Pengampu : Bapak Khoirul Anam
Disusun Oleh :
Muhammad
Abdul Ghofur Asshiddiq (16340026)
ILMU HUKUM A
PRODI ILMU
HUKUM
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala
rahmat, taufiq, hidayah serta inayahnya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW, yang lelah menuntun
kita mulai dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benerang seperti saat
ini.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk dapat memenuhi tugas mata kuliah fiqih dan ushul fiqih oleh dosen pengampu Bapak Khoirul Anam.
Makalah ini terselesaikan tak lepas dari
berbagai dorongan yang telah mendukung. Setiap manusia
tak pernah luput dari kata salah dan lupa, oleh karena itu kami sebagai
hambanya mohon maaf bila ada kekurangan dalam menyusun makalah ini. Kami
menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum sempurna. Maka dari itu, kami
mengharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun agar makalah
berikutnya menjadi lebih sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi penyusunnya sendiri dan kepada para pembaca.
Yogyakarta, 8 November 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.
Latar Belakang........................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................... 2
C.
Tujuan..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A.
Pengertian zakat...................................................................................... 3
B.
Definisi zakat profesi.............................................................................. 4
C.
Nisab, besarnya dan cara menetapkannya............................................... 7
BAB III PENUTUP........................................................................................... 11
A.
Kesimpulan............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu pilar utama
dalam rukun islam adalah perintah zakat. Disebut demikian karena perintah zakat
bukan sekedar praktik ibadah yang memiliki dimensi spiritual, tetapi juga sosial. Zakat
merupakan ibadah dan kewajiban bagi sosial bagi kaum muslim yang kaya (aghniya’)
ketika memenuhi nisab (batas minimal) dan hawl (waktu satu tahun).
Secara sosiologis zakat bertujuan untuk memeratakan kesejahteraan dari orang
kaya kepada orang lain secara adil dan mengubah penerima zakat menjadi pembayar
zakat. Oleh karena itu, jika zakat diterapkan dalam format yang benar, selain dapat
meningkatkan keimanan, juga dapat mendorong pertumbuhan secara ekonomi secara
luas.
Gagasan untuk mengimplementasikan zakat dari
semua hasil usaha yang bernilai ekonomis, baik dari sektor jasa maupun profesi
belum sepenuhnya diterima oleh umat islam di Indonesia.untuk merealisasikan
tujuan zakat, disamping meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat,
tidaklah memadai bila yang dikenal zakat hanya terbatas pada ketentuan teks
secara eksplisit. Sementara itu, realitas sosial ekonomi di masyarakat
menunjukkan semakin meluas dan bervariasinya jenis lapangan kerja dan smber
penghasilan pokok dibarengi dengan mulai berkurangnya minat sebagian masyarakat
terhadap jenis pencarian yang potensial terkena kewajiban zakat. Lalu apa
jadinya bila suatu saat jenis penghasilan yang terkena kewajiban zakat makin
berkuang, sedangkan pencaharian tak kena zakat makin bertambah. Fonemena di
atas, secara esensial bertentangan dengan prinsip keadilan islam, sebab petani
yang pengahasilannya kecil justru diwajibkan membayar zakat, sementara seorang
eksekutif, seniman, atau dokter justru dibiarkan tidak membayar zakat.
Atas dasar itu, implementasi zakat profesi di
indonesia masih mengundang perdebatan, terutama terkait dengan jenis-jenis
profesi di indonesia masih mengundang perdebatan, terutama terkait dengan
jenis-jenis profesi dan persyaratan zakat yang harus dikeluarkan. Kerena tidak
adanya Al-Qur’an atau hadis yang menjelaskan hal tersebut. Oleh karena banyak
masyarakat yang kurang menerima tentang diterapkannya zakat profesi di
Indonesia. Maka dari itu penulis akan membahas sedikit tentang zakat profesi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa Pandangan
fiqih tentang zakat profesi?
2.
Berapa nisab,
besarnya, dan cara meetapkannya?
3.
Berapa besar
zakatnya?
C.
Tujuan
Semakin meluas dan bervariasinya jenis
lapangan kerja dan sumber penghasilan pokok dibarengi dengan mulai berkurangnya
minat sebagian masyarakat terhadap jenis pencarian yang potensial terkena
kewajiban zakat. Oleh karena itu, apakah perlukah zakat profesi terhadap mereka
karena jumlah pendapatan mereka lebih besar dari pekerjaan yang telah
ditentukan zakatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
ZAKAT
Ditinjau dari segi bhasa, kata zakat merupakan
kata masdar dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, beersih, dan baik.sesuatu
itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang. Dan seorang itu zaka, berarti orang
itu baik.
Menurut lisan al-arab arti dasar dari
kata zakat, ditinjau dari sudut bahasa adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji.
semua digunakan dalam quran dan hadis.
Tetapi yang terkuat, menurut wahidi[1] dan
lain-lain, kata dasar zaka berarti bertambah dan tumbuh, sehingga bisa
dikatakan, tanaman itu zaka, arinya tumbuh, sedangkan tiap sesuatu yang
bertambah disebut zaka artinya bertambah. Bila satu tanaman tumbuh tanpa cacat,
maka kata zaka disini berarti bersih.
Zakat dari segi istilah fiqih[2] berarti
“sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang
yang berhak” disamping berarti “mengeluarka jumlah harta itu sendiri.” Jumlah
yang ditentukan itu sendiri.” Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut
zakat karena yang dikeluarkan itu “menambah banyak, membuat lebih berarti dan
melindungi kekayaan itu dari kebinasaan.” Demikian naawawi mengutip pendapat
wahidi.
Arti “tumbuh” dan “ suci” tidak dipakai hanya
buat kekayaan, tetapi lebih dari itu, juga buat jiwa orang yang menzakatkannya,
sesuai dengan firman Allah:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5
“Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau
besihkan dan sucikan mereka dengannya.”
Azhari berkata behwa zakat juga menciptakan
pertumbuhan buat orang-orang miskin. Zakat adalah cambuk ampuh yang membuat
zakat tidak hanya menciptakan pertumbuhan material dan spiritual bagi
orang-orang miskin, tetapi juga mengembangkan jiwa dan kekayaan orang-orang
kaya.
B.
Definisi Zakat
Profesi
Imam Malik bin Anas dalam karyanya Al muwatta’
menyatakan bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan adalah khalifah pertama yang
memberlakukan pemungutan zakat dari gaji, upah dan bonus inssentif tetap terhadap
prajurit islam. Namun sebelumnya praktik zakat yang serupa juga dilakukan di
kalangan para sahabat seperti Umar Bin Khattab memungut kharaj (sewa tanah) dan
zakat kuda, padahal keduanya tidak dilakukan oleh Rasululluh SAW. Ibn Abbas dan
Ibn Mas’ud memungut zakat penghasilan, pemberian dan bonus. Imam Ahmad
berpendapat baahwaa harta kekayaan Al-mustaghaallat (pabrik, kapal, pesawat,
penyewaan rumah), jika dikembangkan dan produksinya mencapai nisab, maka wajib
dikenai zakat[3].
Umar bin Abd Al aziz adalah orang pertama yang
mewajibkan zakat atau gaji, jasa honorarium, penghasilan dan berbagaijenis
profesi. Jika dicermati dari sudut pengamatan sejarah (tarikh tasyri’),
kesuksesan Umar bin Abd Al aziz, sesungguhnya didukung oleh beberapa faktor,
yaitu (1) terbentukny kesadaran kolektif dan pemberdayaan bayt al mal, (2)
komitmen yang tinggi pada diri seorng pemimpin, disamping adanya kesadaran di
kalangan umat secara umum, (3) kondisi ekonomi relatif ideal, (4) adanya
kepercayaan terhadap birokrasi atau pengelola zakat akan pengumpulan dan
pendistribusian zakat. Dengan kata lain, parapembayar zakat tidak menaruh
kecurigaan akan terjadinya penyelewengan dan penyaahgunaan danazakat yang
mereka kumpulkan ke bayt al mal[4].
Fakta ketiadaan literatur hukum klasik (kitab
fiqh yang mengupas secara detail perihal “zakat penghasilan dan jasa” kecuali
literatur mutakhir, seperti yusuf al Qarwawi, wahbah al Zuhayli dan lain-lain
menunjukkan bukti bahwa status hukum zakat profesi masih dalam tataran wacana
ijtihadiyah kontemporer. Proses penyerapan terhadap hukum produk ijtihad
memerlukan waktu yang relatif lama dan tidak mungkin dipaksakan.
Profesi dalam islam dikenal dengan istilah al
kasb yaitu harta yang diperoleh melalui berbagai usaha, baik melalui kekuatan
fisik, akal pikiran jasa. Definisi lain profesi dipopulerkan dengan term mihnah
(profesi) dan hirfah (wiraswasta). Menurut mustikorini indrijaningrum, bahwa
salah satu potensi zakat di indonesia adalah zakat penghasila atau profesi.
Pertimbangannya, karena zakat penghasilan atau penghasilan menjadi sumber
pendanaan yang cukup besar, bersifat tetap dan rutin. Oleh karena itu, jika
digali dari sumber penghasilan dan profesi tersebut, maka dimungkinkan
menngkatkan perekonomian bangsa.
Muhammad al Ghazali dalam karya al islam wa al awda’ al iqtisadiya sebagaimana
dikutip syarin harahap menyatakan penghasilan berupa jasa profesi wajib
dikeluarkan zakatnya, dan nisabnya dipersamakan dengan nisab hasil
pertanian, yaitu 5 wasaq atau 653 kilogram gandum. Abu hanifah dan Imam Maliki
menyatakan bahwa harta penghasilan itu dikeluakan zakatnya bila mencapai masa
setahun penuh. Sedangkan Imam Syafi’i berpendpat bahwa harta penghasilan gaji
dan profesi tidak wajib di zakati. Ibn Hmzjuga menyatakan bahwa terdapat
kekacauan pendapat dan salah. Menurutnya, semua pendapat itu hanya dugaan belaka,
tidak memiliki landasan, baik al Quran, Hadist, ijma’, maupun qiyas dan yang
dapat dipertimbangkan adalah pendapat daud zahiri yang ke luar dari
pertentangan pendapat di atas. Ia
berpendapat bahwa seluruh harta penghasilan wajib dikeluarkan zakat tanpa
persyaratan satu tahun[5].
C.
Nisab,
besarnya dan cara menetapkannya
Muhammad al Ghazali[6] dalam
karya al islam wa al awda’ al
iqtisadiya sebagaimana dikutip syarin harahap menyatakan penghasilan berupa
jasa profesi wajib dikeluarkan zakatnya, dan nisabnya dipersamakan
dengan nisab hasil pertanian, yaitu 5 wasaq atau 653 kilogram, dari yang
terndah nilainya yang dihasilkan tanah seperti gandum, wajib berzakat.
Pendapat di atas adalah salah satu pendapat
yang cukup kuat sekarang ini walaupun masih kurang kuat di indonesia karena
masih banyak yang kurang setuju dengan zakat profesi.
Orang-orang yang memiliki profesi itu
memperoleh dan menerima pendapatan mereka tidak teratur, kadang-kadang setiap
hari seperti pendapatan seorang dokter, kadang-kadang pada saat-saat tertentu
seperti advokad dan kontraktor serta penjahit atau sebangsanya, sebagian
pekerja menerim upah mereka setiap minggu atau dua minggu, dan kebanyakan
pegawai menerima gaji mereka setiap bulan, lalu bagaimana kita menentukan
penghasilan mereka itu?
Di sini kita bertemu dengan dua kemungkinan[7]:
1.
Memberlakukan
nisab dalam setiap jumlah pendapatan atau penghasilan yang diterima . dengan
demikian penghasilan yang mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan
honorarium yang besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran-pembayaran
yang besar kepada para golongan profesi, wajib dikenakan zakat, sedangkan yang
tidak mencapai nisab tidak terkena.
Kemungkinan ini dapat dibenarkan, karena
membebaskan orang-orang mempunyai gaji yang kecil dari kewajiban zakat dan
membatasi kewajiban hanya atas pegawai-pegawai tinggi dan tergolong tinggi saja.
Ini lebih mendekati kesamaan dan keadilan sosial. Di samping itu juga merupakan
realisasi pendapat sahabat dan para ulama fiqih yang mengatakan bahwa
penghasilan wajib zakatnya pada saat diterima bila mencapai nisab. Tetapi
meenurut ketentuan wajib zakat atau penghasilan itu bila masih bersisa di akhir
tahun dan cukup senisab. Tetapi bila kita harus menetapkan nisab untuk setiap
kali upah, gaji, atau pendapat yang diterima, berarti kita membebaskan
kebanyakan golongan profesi yang menerima gaji beberapa kali pembayaran dan
jarang sekali cukup nisab dari kewajiban zakat, sedangkan bila seluruh gaji itu
dari satu waktu itu dikumpulkan akan cukup senisab bahkan akan mencapai
beberapa nisab. Begitu jugahalnya kebanyakan para pegawai dan pekerja.
2.
Disini timbul
kemungkinan yang kedua, yaitu mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima
berkali-kali itu dalam waktu tertentu. Kita menemukan ulama-ulama fiqih yang
berpendapat seperti itu dalam kasus nisab petambangan, bahwa hasil yang
diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak pernah terputus di tengah akan
lengkap-melengkapi untuk mencapai nisab. Para ulama fiqih itu juga berbeda
pendapat tentang penyatuan hasil tanaman dan buah-buahan anrata satu dengan
yang lain dalam satu tahun. Madzhab hanbbali berpendapat bahwa hasil
bermacam-macam jenis tanaman dan buah-buahan selama satu tahun penuh
dikumpulkan jadi satu untuk mencapai sayu nisab, karena kedua penghasilan
tersebut adalah buah-buahan yang dihasilkan dalam satu tahun, sama halnya
dengan jagung yang berbuah dua kali.
Atas dasar ini dapat kita katakan bahwa satu
tahun merupakan satu kesatuan menurut pandangan pembuat syariat, begitu juga
menurut pandangan ahli perpajakan modern. Oleh karena itulah ketentuan setahun
diberlakukan dalam zakat.
Fakta adalah bahwa para pemerintah mengatur
gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun. Meskipun dibayarkan perbulan karena
kebutuhan peawai yang mendesak.
berasarkan hal itulah zakat penghasilan
besih seorang pegawai dan golongan
profesi dapat diambil dari daalam setahun penuh, jika pendapatan bersih itu
mencapai satu nisab. Semoga pendapat-pendapat sebagian ulama fiqih yang
menegaskan bahwa harta penghasilan wajib zakat dan cara mengeluarkan zakatnya
seperti diterangka mereka. Ada dua cara mengeluakan zakatnya menurut ulama
yaitu
1.
Az-zuhri
berpendapat bahwa bila seoorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakatnya
datang, maka hendaklah ia segera mengeluakan zakat itu terlebih dahulu dari
membelanjakannya dan bila tidak ingin membelanjakannya maka hendaklah ia
mengeluarkan zakatnya bersamaan dengan
kekayaannya yang lain-lain[8].
2.
Makhul
berpendapat bahwa bila seorsng harus mengeluarkan zakat pada bulan tertentu
kemudian memperoleh uang tetapi kemudian dibelanjakannya, maka uang itu tidak
waib zakat, yang wajib zakat hanya uang yang sudah datang bulan untuk mengeluarkan zakat itu. Tetapi bila ia
tidakk harus mengeluarkan zakat pada bulan tertentu kemudian ia memperolehuang,
maka ia harus mengeluarkan zakatnya pada waktu uang tadi diperoleh[9].
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwasannya di indonesia zakat profesi masih
sulit ditentukan karena kebanyakan masyarakat indonesia memakai madzab syafi’i
sehingga sulit dalam penerapannya. Dan dalam penntuan nisab ghazalli menetapkan 5 wasaq atau 6653 kg
gandum walaupun itu adalah pendapat karena tidak ada dalil yang mengatur soal
ini dalam Al quran dan Hadist sehingga sulit untuk menerimanya.
DAFTAR PUSTAKA
Qardawi,
yusuf. Hukum Zakat. 1993. Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa.
Hadi, Dr.
Muhammad. Problematika Zakat Profesi dan Solusinya. 2010. Yogyakarta:
Pustaka pelajar.
[3]Dr. Muhammad
Hadi. Problematika Zakat Profesi dan Solusinya(Yogyakarta: Pustaka
pelajar.2010). hlm 51-52
[4] Dr. Muhammad
Hadi. Problematika Zakat Profesi dan Solusinya(Yogyakarta: Pustaka
pelajar.2010). hlm
[5] Dr. Muhammad
Hadi. Problematika Zakat Profesi dan Solusinya(Yogyakarta: Pustaka
pelajar.2010). hlm 55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar