Rabu, 23 November 2016

HAM




A.    Latar Belakang
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia sejak manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak yang dimiliki setiap orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya, karena ia berhadapan langsung dan harus menghormati hak yang dimiliki orang lain. Hak asasi manusia teriri atas dua hak yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Tanpa adanya kedua hak ini maka akan sulit untuk menegakkan hak asasi lainnya.
Pengakuan terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan terhadap segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya. Walaupun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa hakikat tersebut tidak hanya mengundang hak untuk mengikuti kehidupan secara kodrati. Sebab dalam hakikat kodrati itu pun terkandung kewajiban pada diri manusia tersebut. Tuhan memberikan sejumlah hak dasar tadi dengan kewajiban membina dan menyempurnakannya.
HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara.
Dengan demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan. Keseimbangan adalah antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer), dan negara.


B.     PENJELASAN
Ayat-ayat Al qur’an yang menjelaskan mengenai Hak Asasi Manusia
Surah Al-Hujurat ayat 13
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
C.    Makna Per Kata
/ä3»oYø)n=yz   =  Menciptakan
Nä3»oYù=yèy_u  =  Menjadikan
#þqèùu$yètGÏ9   =  Saling mengenal


D.    Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah, pada saat terjadinya Fathul Makkah (8 H), Rasul mengutus Bilal Bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan, ia memanjat ka’bah dan berseru kepada kaum muslimin untuk shalat jama’ah. Ahab bin Usaid ketika melihat Bilal naik keatas ka’bah berkata “segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku, sehingga tidak menyaksikan peristiwa hari ini”.
Harist bin Hisyam berkata “Muhammad menemukan orang lain ke-cuali burung gagak yang hitam ini”, kata-kata ini dimaksudkan untuk men-cemooh Bilal, karena warna kulit Bilal yang hitam. Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan mereka. Sehingga turunlah ayat ini, yang melarang manusia untuk menyombongkan diri karena kedudukannya, kepangkatannya, kekayaannya, keturunan dan mencemooh orang miskin.[1]
Diterangkan pula bahwa kemuliaan itu dihubungkan dengan ketakwaan, karena yang membedakan manusia disisi Allah hanyalah dari ketakwaan seseorang.
Adapun asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh Abu Daud tentang peristiwa yang terjadi kepada sahabat Abu Hindin (yaitu sahabat yang biasa berkidmad kepada nabi). rasulullah mengfurus Bani Bayadah untuk menikahkan Abu Hindin dengan gadis-gadis di kalangan mereka. Mereka bertanya “apakah patut kami mengawinkan gadis kami dengan budak-budak?” sehingga turun ayat ini, agar kita tidak mencemooh seseorang karena memandang kedudukannya.[2]


E.     Munasabah Ayat
At Taubah ayat 6
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
Allah Ta’ala berfiirman kepada Nabi Muhammad SAW  “Dan jika seseorang diantara kaum musyrikin’’ yang kamu dii perintahkan untuk memerangi mereka dan aku menghalalkan kepadamu harta dan diri mereka, “ meminta perlindungan kepadamu” maka penuhilah permintaannya “ hingga  dia dapat mendengar firman alloh,” yaitu Al qur’an, yang kamu bacakan kepadanya dan kamu peringatkan kepadanya akan perkara agama sehingga hujjah Allah dapat dii tegakkan kepadanya “ kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya“ yaitu dia merasa aman terus menerus hingga kembali ke negerinya , rumahnya, dan tempat yang aman. “ Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” yaitu kami mensyariatkan perlindungan kepada orang yang demikian agar mereka mengetahui din Allah dan dakwah Allah menyebar kepada Hamba-Hambanya.[3]





Hadis 1
Hendaknya Orang yang Hadir Menyampaikan Ilmu kepada Orang yang Tidak Hadir
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الوَهَّابِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِي بَكْرَةَ، ذُكِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ - قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ - وَأَعْرَاضَكُمْ، عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، أَلاَ لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ مِنْكُمُ الغَائِبَ». وَكَانَ مُحَمَّدٌ يَقُولُ: صَدَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ ذَلِكَ «أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ» مَرَّتَيْنِ
Abdullah bin Abdul Wahab menyampaikan kepada kami dari Hammad, dari Ayub, dari Muhammad, dari Ibnu Abu Bakrah, dari Abu Bakrah bahwa Nabi saw bersabda, “Sungguh, darah kalian, harta kalian— (menurut Muhammad, beliau juga mengatakan, ’dan kehormatan kalian’)—itu haram (suci) atas kalian sebagaimana sucinya hari kalian ini, pada bulan kalian ini. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.“ Muhammad berkata, “Rasulullah saw benar, sebagaimana yang disabdakannya, ’Bukankah aku telah menyampaikannya?’ beliau mengulanginya dua kali.“ Bukhari:105
Hadits ini mengajarkan kita agar memperdulikan orang lain agar orang lain mengetahui apa yang kita ketahui dalam kehidupan berbudaya dan menjaga hak asasi manusia terutama terhadap sesama
Hadits 2
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ. أخرجه مسلم : 1218
“Bertakwalah kalian kepada Allah (dalam menangani) istri-istri. Sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan rasa aman dari Allah, menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka, (ialah) mereka tidak boleh memasukkan ke ranjang kalian seseorang yang kalian benci. Jika mereka melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Bagi mereka (yang menjadi kewajiban) atas kalian memberi rezki dan sandang bagi mereka dengan sepantasnya”. [HR Muslim, 1218]
Agama Islam yang hanif, dengan arahan-arahan yang lurus serta petunjuk-petunjuknya yang penuh hikmah, memelihara wanita, melindungi kemuliaan dan martabatnya. Juga menjamin terwujudnya kemuliaan dan kebahagiaanya.
F.     Tafsir Ayat
“Allah sedang memberitahukan kepada manusia Sesungguhnya Dia telah menciptakan manusia dari tubuh satu orang saja, dan menjadikan dari tubuh tersebut pasanganya, mereka adalah adam dan hawa, dan Allah menjadikan manusia itu menjadi beberapa bangsa dan suku, yaitu suku-suku pada umumnya, setelah bersuku-suku di lanjutkan yang lainnya, seperti beberapa bagian, beberapa kabilah, beberapa tempat tinggal, dan lain sebagainya.”
Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa), dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kuligt bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi untuk saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang mulia diantara manusia disisi Allah hanyalah orang yang bertakwa kepada-Nya.
Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang mulia itu adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah. Mengapa manusia saling menolok-olok sesama saudara hanya karena Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, sedangkan Allah menjadikan seperti itu agar manusia saling mengenal dan saling tolong menolong dan kemaslahatan-maslahatan mereka yang bermacam-macam. Namun tidak ada kelebihan bagi seseorangpun atas yang lain, kecuali dengan taqwa dan keshalihan, disamping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak pernah abadi.
Diriwayatkan pula dari Abu Malik Al-Asy’ari, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, ”sesungguhnya Allah tidak memandang kepada pangkat-pangkat kalian dan tidak pula kepada nasab-nasabmu dan tidak pula pada tubuhmu, dan tidak pula pada hartamu, akan tetapi memandang pada hatimu. Maka barang siapa mempunyai hati yang shaleh, maka Allah belas kasih kepadanya. Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling dicintai Allah hanyalah yang paling bertaqwa diantara kalian,”. Jadi jika kalian hendak berbangga maka banggakanlah taqwamu, artinya barang siapa yang ingin memperoleh derajat-derajat tinggi hendaklah ia bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha tahu tentang kamu dan amal perbuatanmu, juga maha waspada tentang hatimu, maka jadikanlah taqwa sebagai bekalmu untuk akhiratmu.
[4]
G.    Tahlil Ayat
Prinsip-prinsip hak asasi manusia menjadi tujuan dari syariat islam (maqoshid al-Syaria’at) yang telah dirumuskan oleh Imam al-Ghazali dan Abu Ishaq as-Syatibi (Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, 2009 : XV). Prinsip tersebut terangkum dalam dalam al-dlaruriat al-khamsah (lima prinsip dasar) atau disebut juga al huquq al insaniyah fi al Islam (hak asasi manusia dalam Islam). Konsep ini ini mengandung lima prinsip dasar yang harus di jaga dan di hormati oleh setiap individu, yakni :
1.      Hifdzu al-Din (penghormatan atas kebebasan beragama)
Islam memberikan penghormatan dan kebebasan berkeyakinan dan beribadah. Setiap pemeluk agama berhak atas agama dan madzhabnya. Seseorang tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agamanya menuju agama atau madzhab lainya dan tidak seorangpun boleh memaksa dan menekan orang lain untuk berpindah dari keyakinanya untuk masuk Islam (Q.S. al-Baqoroh : 256).
2.      Hifdzu al-Mal (penghormatan atas harta benda)
Dalam ajaran islam harta adalah milik Allah SWT yang dititipka-Nya pada Alam dan manusia sbagai anugerah. Seluruh bumi beserta segala yang terkandung di dalamnya, dan apa yang berada di atasnya telah dijadikan Allah SWT untuk seluruh manusia.
Artinya : “Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya.” ( Q.S.al-Rahman : 10)
Artinya : “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.( Q.S.al-Hadid : 7)
3.      Hifdzu al-Nafs wa al-‘Ird (penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu)
Dalam ajaran Islam, penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu merupakan hak dasar dan tumpuan dari semua hak. Hak-hak lain tidak akan ada dan relevan tanpa perlindungan hak hidup. Maka perlindungan al-Qur’an terhadap hak ini sangat jelas dan tegas :
 “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”( Q.S al-Maidah : 32)
Karena penghargaan yang tinggi terhadap jiwa dan kehidupan maka al-Qur’an memberikan sangsi yang tegas terhadap siapapun yang mengingkarinya. Qishas atau hukuman mati terlahir dari spirit perlindungan ini. Al-Qur’an menegaskan :
 “ Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Q.S. al-Baqoroh : 179 )
4.      Hifdzu al-‘Aql (penghormatan atas kebebasan berfikir)
Penghormatan atas kebebasan berfikir serta hak atas pendidikan merupakan penjabaran yang amat penting dari prinsip hifdz al-aql. Menjaga akal budi dari zat-zat yang memabukan merupakan perlindungan primer, maka pendidikan merupakan pemenuhan hak-hak sekunder untuk pengembanganya. Tanpa pendidikan yang memadai akal sebagai anugerah penting dari Tuhan kurang bernilai dan menyia-nyiakan anugerah Tuhan.
5.      Hifdzu al-Nasl (keharusan untuk menjaga keturunan)
Dalam ajaran Islam menjaga dan memelihara keturunan di manifestasikan dengan disyariatkan lembaga pernikahan. Islam memandang lembaga pernikahan sebagai cara melindungi eksistensi manusia secara terhormat dan bermartabat. Islam tidak menganjurkan, meski tidak mengharamkan secara mutlak hidup celibat/membujang. Bagi yang menjalankan pernikahan secara penuh tanggungjawab dijanjikan dengan kemuliaan. Sebab dengan pernikahan yang penuh tanggungjawab dan harmonis, generasi manusia yang saleh dapat dibina dari satu generasi kegenerasi secara berkesinambungan.

Pernikahan merupakan peristiwa kontraktual dan sakral. Hampir setiap keyakinan agama termasuk ajaran Islam mengatur secara serius mengurus pernikahan sampai detail, bukan sekedar syarat dan rukunnya melainkan sekaligus prosesinya. Memiliki keturunan melalui jalinan pernikahan yang sah untuk melanjutkan keturunan manusia secara terhormat dan bermartabat.[5]
H.    Penerapan Hukum di Indonesia
Sejalan dengan amanat konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsipbahwa hak-hak sipil,politik,ekonomi,sosial budaya,dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan,pemantauan,maupundalam pelaksanaanya(Wirayuda,2005)
HAM di Indonesia didasarkan pada konstitusi NKRI, yaitu:
a.       pembukaan UUD 1945 (alenia 1),
b.      pancasila sila keempat
c.       Batang tubuh UUD 1945 (Pasal 27,29 dan 30),
d.      UU Nomor 39/1999 tentang HAM
e.       UU Nomor26/2000 tentang Pengadilan HAM.


HAM di Indonesia menjamin :
·         Hak untuk hidup
·         Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan
·         Hak mengembangkan diri
·         Hak memperoleh keadilan
·         Hak atas kebebasan
·         Hak atas rasa aman
·         Hak atas kesejahteraan
·         Hak turut serta dalam pemerintahan
·         Hak wanita
·         Hak anak
Program penegakan hukum dan HAM (pp Nomor 7 Tahun 2005), meliputi:
·         Pemberantasan korupsi
·         Antiterorisme
·         Pembasmian penyakahgunaan narkotika dan obat berbahaya
Kegiatan-kegiatan pokok penegak HAM meliputi:
Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana aksi Nasional Pemberantasan Korupsi Tahun 2004 Pelaksanaan Rencana aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari Tahun 2004-209 sebagai gerakan nasional. Peningkatan penegak hukum terhadap pemberantasan indak pidana teroisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.



I.       Kesimpulan
Pada hakikatnya pembahasan tentang HAM baik dalam Al qur’an maupun hadis serta dalam negara kesatuan republik indonesia semuanya telah menjelaskan pembatasan serta  perlindungan kepada masyarakat. Khususnya dalam menangani beberapa permasalahan  demi menjaga harkat dan martabat manusia. Maka dari itu hendaknya kita sebagai manusia yang taat beragama dan cinta tanah air seharusnya dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penyampaian materi.   

J.      Daftar Pustaka
Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia ,Surabaya: Pustaka Progresif, 2002
             Nasib ar-Rifa’i  Muhammad ,Rin gkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta:Gema Insani,2004
            Al-Maraghi Mustofa, Ahmad. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV. Toha Putra, 1993.
             http://www.angelfire.com/id/sidikfound/ham.html





[1] A. Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), 488
[2] Ibid 410


[3] Muhammad Nasib ar-Rifa’i,Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,(Jakarta:Gema Insani),hlm 402.

[4] Mustofa Al-Maraghi, Ahmad. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV. Toha Putra, 1993.
[5] Ahmad al-Mursi, Maqosid Al Syariat,Husain Jauhar, 2009 : XV



A.    Latar Belakang
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia sejak manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak yang dimiliki setiap orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya, karena ia berhadapan langsung dan harus menghormati hak yang dimiliki orang lain. Hak asasi manusia teriri atas dua hak yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Tanpa adanya kedua hak ini maka akan sulit untuk menegakkan hak asasi lainnya.
Pengakuan terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan terhadap segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya. Walaupun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa hakikat tersebut tidak hanya mengundang hak untuk mengikuti kehidupan secara kodrati. Sebab dalam hakikat kodrati itu pun terkandung kewajiban pada diri manusia tersebut. Tuhan memberikan sejumlah hak dasar tadi dengan kewajiban membina dan menyempurnakannya.
HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara.
Dengan demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan. Keseimbangan adalah antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer), dan negara.


B.     PENJELASAN
Ayat-ayat Al qur’an yang menjelaskan mengenai Hak Asasi Manusia
Surah Al-Hujurat ayat 13
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
C.    Makna Per Kata
/ä3»oYø)n=yz   =  Menciptakan
Nä3»oYù=yèy_u  =  Menjadikan
#þqèùu$yètGÏ9   =  Saling mengenal


D.    Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah, pada saat terjadinya Fathul Makkah (8 H), Rasul mengutus Bilal Bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan, ia memanjat ka’bah dan berseru kepada kaum muslimin untuk shalat jama’ah. Ahab bin Usaid ketika melihat Bilal naik keatas ka’bah berkata “segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku, sehingga tidak menyaksikan peristiwa hari ini”.
Harist bin Hisyam berkata “Muhammad menemukan orang lain ke-cuali burung gagak yang hitam ini”, kata-kata ini dimaksudkan untuk men-cemooh Bilal, karena warna kulit Bilal yang hitam. Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan mereka. Sehingga turunlah ayat ini, yang melarang manusia untuk menyombongkan diri karena kedudukannya, kepangkatannya, kekayaannya, keturunan dan mencemooh orang miskin.[1]
Diterangkan pula bahwa kemuliaan itu dihubungkan dengan ketakwaan, karena yang membedakan manusia disisi Allah hanyalah dari ketakwaan seseorang.
Adapun asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh Abu Daud tentang peristiwa yang terjadi kepada sahabat Abu Hindin (yaitu sahabat yang biasa berkidmad kepada nabi). rasulullah mengfurus Bani Bayadah untuk menikahkan Abu Hindin dengan gadis-gadis di kalangan mereka. Mereka bertanya “apakah patut kami mengawinkan gadis kami dengan budak-budak?” sehingga turun ayat ini, agar kita tidak mencemooh seseorang karena memandang kedudukannya.[2]


E.     Munasabah Ayat
At Taubah ayat 6
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
Allah Ta’ala berfiirman kepada Nabi Muhammad SAW  “Dan jika seseorang diantara kaum musyrikin’’ yang kamu dii perintahkan untuk memerangi mereka dan aku menghalalkan kepadamu harta dan diri mereka, “ meminta perlindungan kepadamu” maka penuhilah permintaannya “ hingga  dia dapat mendengar firman alloh,” yaitu Al qur’an, yang kamu bacakan kepadanya dan kamu peringatkan kepadanya akan perkara agama sehingga hujjah Allah dapat dii tegakkan kepadanya “ kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya“ yaitu dia merasa aman terus menerus hingga kembali ke negerinya , rumahnya, dan tempat yang aman. “ Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” yaitu kami mensyariatkan perlindungan kepada orang yang demikian agar mereka mengetahui din Allah dan dakwah Allah menyebar kepada Hamba-Hambanya.[3]





Hadis 1
Hendaknya Orang yang Hadir Menyampaikan Ilmu kepada Orang yang Tidak Hadir
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الوَهَّابِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِي بَكْرَةَ، ذُكِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ - قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ - وَأَعْرَاضَكُمْ، عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، أَلاَ لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ مِنْكُمُ الغَائِبَ». وَكَانَ مُحَمَّدٌ يَقُولُ: صَدَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ ذَلِكَ «أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ» مَرَّتَيْنِ
Abdullah bin Abdul Wahab menyampaikan kepada kami dari Hammad, dari Ayub, dari Muhammad, dari Ibnu Abu Bakrah, dari Abu Bakrah bahwa Nabi saw bersabda, “Sungguh, darah kalian, harta kalian— (menurut Muhammad, beliau juga mengatakan, ’dan kehormatan kalian’)—itu haram (suci) atas kalian sebagaimana sucinya hari kalian ini, pada bulan kalian ini. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.“ Muhammad berkata, “Rasulullah saw benar, sebagaimana yang disabdakannya, ’Bukankah aku telah menyampaikannya?’ beliau mengulanginya dua kali.“ Bukhari:105
Hadits ini mengajarkan kita agar memperdulikan orang lain agar orang lain mengetahui apa yang kita ketahui dalam kehidupan berbudaya dan menjaga hak asasi manusia terutama terhadap sesama
Hadits 2
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ. أخرجه مسلم : 1218
“Bertakwalah kalian kepada Allah (dalam menangani) istri-istri. Sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan rasa aman dari Allah, menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka, (ialah) mereka tidak boleh memasukkan ke ranjang kalian seseorang yang kalian benci. Jika mereka melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Bagi mereka (yang menjadi kewajiban) atas kalian memberi rezki dan sandang bagi mereka dengan sepantasnya”. [HR Muslim, 1218]
Agama Islam yang hanif, dengan arahan-arahan yang lurus serta petunjuk-petunjuknya yang penuh hikmah, memelihara wanita, melindungi kemuliaan dan martabatnya. Juga menjamin terwujudnya kemuliaan dan kebahagiaanya.
F.     Tafsir Ayat
“Allah sedang memberitahukan kepada manusia Sesungguhnya Dia telah menciptakan manusia dari tubuh satu orang saja, dan menjadikan dari tubuh tersebut pasanganya, mereka adalah adam dan hawa, dan Allah menjadikan manusia itu menjadi beberapa bangsa dan suku, yaitu suku-suku pada umumnya, setelah bersuku-suku di lanjutkan yang lainnya, seperti beberapa bagian, beberapa kabilah, beberapa tempat tinggal, dan lain sebagainya.”
Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa), dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kuligt bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi untuk saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang mulia diantara manusia disisi Allah hanyalah orang yang bertakwa kepada-Nya.
Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang mulia itu adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah. Mengapa manusia saling menolok-olok sesama saudara hanya karena Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, sedangkan Allah menjadikan seperti itu agar manusia saling mengenal dan saling tolong menolong dan kemaslahatan-maslahatan mereka yang bermacam-macam. Namun tidak ada kelebihan bagi seseorangpun atas yang lain, kecuali dengan taqwa dan keshalihan, disamping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak pernah abadi.
Diriwayatkan pula dari Abu Malik Al-Asy’ari, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, ”sesungguhnya Allah tidak memandang kepada pangkat-pangkat kalian dan tidak pula kepada nasab-nasabmu dan tidak pula pada tubuhmu, dan tidak pula pada hartamu, akan tetapi memandang pada hatimu. Maka barang siapa mempunyai hati yang shaleh, maka Allah belas kasih kepadanya. Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling dicintai Allah hanyalah yang paling bertaqwa diantara kalian,”. Jadi jika kalian hendak berbangga maka banggakanlah taqwamu, artinya barang siapa yang ingin memperoleh derajat-derajat tinggi hendaklah ia bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha tahu tentang kamu dan amal perbuatanmu, juga maha waspada tentang hatimu, maka jadikanlah taqwa sebagai bekalmu untuk akhiratmu.
[4]
G.    Tahlil Ayat
Prinsip-prinsip hak asasi manusia menjadi tujuan dari syariat islam (maqoshid al-Syaria’at) yang telah dirumuskan oleh Imam al-Ghazali dan Abu Ishaq as-Syatibi (Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, 2009 : XV). Prinsip tersebut terangkum dalam dalam al-dlaruriat al-khamsah (lima prinsip dasar) atau disebut juga al huquq al insaniyah fi al Islam (hak asasi manusia dalam Islam). Konsep ini ini mengandung lima prinsip dasar yang harus di jaga dan di hormati oleh setiap individu, yakni :
1.      Hifdzu al-Din (penghormatan atas kebebasan beragama)
Islam memberikan penghormatan dan kebebasan berkeyakinan dan beribadah. Setiap pemeluk agama berhak atas agama dan madzhabnya. Seseorang tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agamanya menuju agama atau madzhab lainya dan tidak seorangpun boleh memaksa dan menekan orang lain untuk berpindah dari keyakinanya untuk masuk Islam (Q.S. al-Baqoroh : 256).
2.      Hifdzu al-Mal (penghormatan atas harta benda)
Dalam ajaran islam harta adalah milik Allah SWT yang dititipka-Nya pada Alam dan manusia sbagai anugerah. Seluruh bumi beserta segala yang terkandung di dalamnya, dan apa yang berada di atasnya telah dijadikan Allah SWT untuk seluruh manusia.
Artinya : “Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya.” ( Q.S.al-Rahman : 10)
Artinya : “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.( Q.S.al-Hadid : 7)
3.      Hifdzu al-Nafs wa al-‘Ird (penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu)
Dalam ajaran Islam, penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu merupakan hak dasar dan tumpuan dari semua hak. Hak-hak lain tidak akan ada dan relevan tanpa perlindungan hak hidup. Maka perlindungan al-Qur’an terhadap hak ini sangat jelas dan tegas :
 “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”( Q.S al-Maidah : 32)
Karena penghargaan yang tinggi terhadap jiwa dan kehidupan maka al-Qur’an memberikan sangsi yang tegas terhadap siapapun yang mengingkarinya. Qishas atau hukuman mati terlahir dari spirit perlindungan ini. Al-Qur’an menegaskan :
 “ Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Q.S. al-Baqoroh : 179 )
4.      Hifdzu al-‘Aql (penghormatan atas kebebasan berfikir)
Penghormatan atas kebebasan berfikir serta hak atas pendidikan merupakan penjabaran yang amat penting dari prinsip hifdz al-aql. Menjaga akal budi dari zat-zat yang memabukan merupakan perlindungan primer, maka pendidikan merupakan pemenuhan hak-hak sekunder untuk pengembanganya. Tanpa pendidikan yang memadai akal sebagai anugerah penting dari Tuhan kurang bernilai dan menyia-nyiakan anugerah Tuhan.
5.      Hifdzu al-Nasl (keharusan untuk menjaga keturunan)
Dalam ajaran Islam menjaga dan memelihara keturunan di manifestasikan dengan disyariatkan lembaga pernikahan. Islam memandang lembaga pernikahan sebagai cara melindungi eksistensi manusia secara terhormat dan bermartabat. Islam tidak menganjurkan, meski tidak mengharamkan secara mutlak hidup celibat/membujang. Bagi yang menjalankan pernikahan secara penuh tanggungjawab dijanjikan dengan kemuliaan. Sebab dengan pernikahan yang penuh tanggungjawab dan harmonis, generasi manusia yang saleh dapat dibina dari satu generasi kegenerasi secara berkesinambungan.

Pernikahan merupakan peristiwa kontraktual dan sakral. Hampir setiap keyakinan agama termasuk ajaran Islam mengatur secara serius mengurus pernikahan sampai detail, bukan sekedar syarat dan rukunnya melainkan sekaligus prosesinya. Memiliki keturunan melalui jalinan pernikahan yang sah untuk melanjutkan keturunan manusia secara terhormat dan bermartabat.[5]
H.    Penerapan Hukum di Indonesia
Sejalan dengan amanat konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsipbahwa hak-hak sipil,politik,ekonomi,sosial budaya,dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan,pemantauan,maupundalam pelaksanaanya(Wirayuda,2005)
HAM di Indonesia didasarkan pada konstitusi NKRI, yaitu:
a.       pembukaan UUD 1945 (alenia 1),
b.      pancasila sila keempat
c.       Batang tubuh UUD 1945 (Pasal 27,29 dan 30),
d.      UU Nomor 39/1999 tentang HAM
e.       UU Nomor26/2000 tentang Pengadilan HAM.


HAM di Indonesia menjamin :
·         Hak untuk hidup
·         Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan
·         Hak mengembangkan diri
·         Hak memperoleh keadilan
·         Hak atas kebebasan
·         Hak atas rasa aman
·         Hak atas kesejahteraan
·         Hak turut serta dalam pemerintahan
·         Hak wanita
·         Hak anak
Program penegakan hukum dan HAM (pp Nomor 7 Tahun 2005), meliputi:
·         Pemberantasan korupsi
·         Antiterorisme
·         Pembasmian penyakahgunaan narkotika dan obat berbahaya
Kegiatan-kegiatan pokok penegak HAM meliputi:
Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana aksi Nasional Pemberantasan Korupsi Tahun 2004 Pelaksanaan Rencana aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari Tahun 2004-209 sebagai gerakan nasional. Peningkatan penegak hukum terhadap pemberantasan indak pidana teroisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.



I.       Kesimpulan
Pada hakikatnya pembahasan tentang HAM baik dalam Al qur’an maupun hadis serta dalam negara kesatuan republik indonesia semuanya telah menjelaskan pembatasan serta  perlindungan kepada masyarakat. Khususnya dalam menangani beberapa permasalahan  demi menjaga harkat dan martabat manusia. Maka dari itu hendaknya kita sebagai manusia yang taat beragama dan cinta tanah air seharusnya dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penyampaian materi.   

J.      Daftar Pustaka
Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia ,Surabaya: Pustaka Progresif, 2002
             Nasib ar-Rifa’i  Muhammad ,Rin gkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta:Gema Insani,2004
            Al-Maraghi Mustofa, Ahmad. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV. Toha Putra, 1993.
             http://www.angelfire.com/id/sidikfound/ham.html





[1] A. Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), 488
[2] Ibid 410


[3] Muhammad Nasib ar-Rifa’i,Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,(Jakarta:Gema Insani),hlm 402.

[4] Mustofa Al-Maraghi, Ahmad. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV. Toha Putra, 1993.
[5] Ahmad al-Mursi, Maqosid Al Syariat,Husain Jauhar, 2009 : XV

Tidak ada komentar:

Posting Komentar