A. Latar
Belakang
Hak asasi
manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia sejak
manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak yang dimiliki
setiap orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya, karena ia berhadapan
langsung dan harus menghormati hak yang dimiliki orang lain. Hak asasi manusia
teriri atas dua hak yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak
kebebasan. Tanpa adanya kedua hak ini maka akan sulit untuk menegakkan hak
asasi lainnya.
Pengakuan
terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan terhadap
segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya. Walaupun demikian,
kita tidak boleh lupa bahwa hakikat tersebut tidak hanya mengundang hak untuk
mengikuti kehidupan secara kodrati. Sebab dalam hakikat kodrati itu pun
terkandung kewajiban pada diri manusia tersebut. Tuhan memberikan sejumlah hak
dasar tadi dengan kewajiban membina dan menyempurnakannya.
HAM merupakan
hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental
sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara.
Dengan
demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan.
Keseimbangan adalah antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Upaya menghormati,
melindungi, dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab
bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun
militer), dan negara.
B.
PENJELASAN
Ayat-ayat
Al qur’an yang menjelaskan mengenai Hak Asasi Manusia
Surah
Al-Hujurat ayat 13
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya : Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
C.
Makna Per Kata
/ä3»oYø)n=yz = Menciptakan
Nä3»oYù=yèy_u = Menjadikan
#þqèùu$yètGÏ9 = Saling mengenal
D.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah, pada saat terjadinya Fathul Makkah (8 H),
Rasul mengutus Bilal Bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan, ia memanjat ka’bah
dan berseru kepada kaum muslimin untuk shalat jama’ah. Ahab bin Usaid ketika
melihat Bilal naik keatas ka’bah berkata “segala puji bagi Allah yang telah
mewafatkan ayahku, sehingga tidak menyaksikan peristiwa hari ini”.
Harist bin Hisyam berkata “Muhammad menemukan orang lain ke-cuali burung gagak
yang hitam ini”, kata-kata ini dimaksudkan untuk men-cemooh Bilal, karena
warna kulit Bilal yang hitam. Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan
kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan mereka. Sehingga turunlah ayat
ini, yang melarang manusia untuk menyombongkan diri karena kedudukannya,
kepangkatannya, kekayaannya, keturunan dan mencemooh orang miskin.[1]
Diterangkan pula bahwa kemuliaan itu dihubungkan dengan ketakwaan, karena
yang membedakan manusia disisi Allah hanyalah dari ketakwaan seseorang.
Adapun asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh Abu Daud tentang peristiwa
yang terjadi kepada sahabat Abu Hindin (yaitu sahabat yang biasa berkidmad
kepada nabi). rasulullah mengfurus Bani Bayadah untuk menikahkan Abu Hindin
dengan gadis-gadis di kalangan mereka. Mereka bertanya “apakah patut kami
mengawinkan gadis kami dengan budak-budak?” sehingga turun ayat ini, agar kita
tidak mencemooh seseorang karena memandang kedudukannya.[2]
E.
Munasabah Ayat
At Taubah ayat
6
وَإِنْ
أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ
اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
Dan jika
seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka
lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia
ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak
mengetahui.
Allah Ta’ala
berfiirman kepada Nabi Muhammad SAW “Dan
jika seseorang diantara kaum musyrikin’’ yang kamu dii perintahkan untuk
memerangi mereka dan aku menghalalkan kepadamu harta dan diri mereka, “ meminta
perlindungan kepadamu” maka penuhilah permintaannya “ hingga dia dapat mendengar firman alloh,” yaitu Al
qur’an, yang kamu bacakan kepadanya dan kamu peringatkan kepadanya akan perkara
agama sehingga hujjah Allah dapat dii tegakkan kepadanya “ kemudian antarkanlah
ia ke tempat yang aman baginya“ yaitu dia merasa aman terus menerus hingga
kembali ke negerinya , rumahnya, dan tempat yang aman. “ Demikian itu
disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” yaitu kami mensyariatkan
perlindungan kepada orang yang demikian agar mereka mengetahui din Allah dan
dakwah Allah menyebar kepada Hamba-Hambanya.[3]
Hadis
1
Hendaknya
Orang yang Hadir Menyampaikan Ilmu kepada Orang yang Tidak Hadir
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الوَهَّابِ، قَالَ: حَدَّثَنَا
حَمَّادٌ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِي
بَكْرَةَ، ذُكِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «فَإِنَّ
دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ - قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ - وَأَعْرَاضَكُمْ، عَلَيْكُمْ
حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، أَلاَ لِيُبَلِّغِ
الشَّاهِدُ مِنْكُمُ الغَائِبَ». وَكَانَ مُحَمَّدٌ يَقُولُ: صَدَقَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ ذَلِكَ «أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ» مَرَّتَيْنِ
Abdullah
bin Abdul Wahab menyampaikan kepada kami dari Hammad, dari Ayub, dari Muhammad,
dari Ibnu Abu Bakrah, dari Abu Bakrah bahwa Nabi saw bersabda, “Sungguh, darah
kalian, harta kalian— (menurut Muhammad, beliau juga mengatakan, ’dan
kehormatan kalian’)—itu haram (suci) atas kalian sebagaimana sucinya hari
kalian ini, pada bulan kalian ini. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan
kepada yang tidak hadir.“ Muhammad berkata, “Rasulullah saw benar, sebagaimana
yang disabdakannya, ’Bukankah aku telah menyampaikannya?’ beliau mengulanginya
dua kali.“ Bukhari:105
Hadits
ini mengajarkan kita agar memperdulikan orang lain agar orang lain mengetahui
apa yang kita ketahui dalam kehidupan berbudaya dan menjaga hak asasi manusia
terutama terhadap sesama
Hadits
2
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ
بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ
عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ
ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ. أخرجه مسلم : 1218
“Bertakwalah
kalian kepada Allah (dalam menangani) istri-istri. Sesungguhnya kalian
mengambil mereka dengan rasa aman dari Allah, menghalalkan kemaluan mereka
dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka, (ialah) mereka tidak boleh
memasukkan ke ranjang kalian seseorang yang kalian benci. Jika mereka
melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Bagi
mereka (yang menjadi kewajiban) atas kalian memberi rezki dan sandang bagi
mereka dengan sepantasnya”. [HR Muslim, 1218]
Agama
Islam yang hanif, dengan arahan-arahan yang lurus serta petunjuk-petunjuknya
yang penuh hikmah, memelihara wanita, melindungi kemuliaan dan martabatnya.
Juga menjamin terwujudnya kemuliaan dan kebahagiaanya.
F.
Tafsir Ayat
“Allah sedang
memberitahukan kepada manusia Sesungguhnya Dia telah menciptakan manusia dari
tubuh satu orang saja, dan menjadikan dari tubuh tersebut pasanganya, mereka
adalah adam dan hawa, dan Allah menjadikan manusia itu menjadi beberapa bangsa
dan suku, yaitu suku-suku pada umumnya, setelah bersuku-suku di lanjutkan yang
lainnya, seperti beberapa bagian, beberapa kabilah, beberapa tempat tinggal,
dan lain sebagainya.”
Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa), dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kuligt bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi untuk saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang mulia diantara manusia disisi Allah hanyalah orang yang bertakwa kepada-Nya.
Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang mulia itu adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah. Mengapa manusia saling menolok-olok sesama saudara hanya karena Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, sedangkan Allah menjadikan seperti itu agar manusia saling mengenal dan saling tolong menolong dan kemaslahatan-maslahatan mereka yang bermacam-macam. Namun tidak ada kelebihan bagi seseorangpun atas yang lain, kecuali dengan taqwa dan keshalihan, disamping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak pernah abadi.
Diriwayatkan pula dari Abu Malik Al-Asy’ari, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, ”sesungguhnya Allah tidak memandang kepada pangkat-pangkat kalian dan tidak pula kepada nasab-nasabmu dan tidak pula pada tubuhmu, dan tidak pula pada hartamu, akan tetapi memandang pada hatimu. Maka barang siapa mempunyai hati yang shaleh, maka Allah belas kasih kepadanya. Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling dicintai Allah hanyalah yang paling bertaqwa diantara kalian,”. Jadi jika kalian hendak berbangga maka banggakanlah taqwamu, artinya barang siapa yang ingin memperoleh derajat-derajat tinggi hendaklah ia bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha tahu tentang kamu dan amal perbuatanmu, juga maha waspada tentang hatimu, maka jadikanlah taqwa sebagai bekalmu untuk akhiratmu.[4]
Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa), dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kuligt bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi untuk saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang mulia diantara manusia disisi Allah hanyalah orang yang bertakwa kepada-Nya.
Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang mulia itu adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah. Mengapa manusia saling menolok-olok sesama saudara hanya karena Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, sedangkan Allah menjadikan seperti itu agar manusia saling mengenal dan saling tolong menolong dan kemaslahatan-maslahatan mereka yang bermacam-macam. Namun tidak ada kelebihan bagi seseorangpun atas yang lain, kecuali dengan taqwa dan keshalihan, disamping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak pernah abadi.
Diriwayatkan pula dari Abu Malik Al-Asy’ari, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, ”sesungguhnya Allah tidak memandang kepada pangkat-pangkat kalian dan tidak pula kepada nasab-nasabmu dan tidak pula pada tubuhmu, dan tidak pula pada hartamu, akan tetapi memandang pada hatimu. Maka barang siapa mempunyai hati yang shaleh, maka Allah belas kasih kepadanya. Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling dicintai Allah hanyalah yang paling bertaqwa diantara kalian,”. Jadi jika kalian hendak berbangga maka banggakanlah taqwamu, artinya barang siapa yang ingin memperoleh derajat-derajat tinggi hendaklah ia bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha tahu tentang kamu dan amal perbuatanmu, juga maha waspada tentang hatimu, maka jadikanlah taqwa sebagai bekalmu untuk akhiratmu.[4]
G.
Tahlil Ayat
Prinsip-prinsip
hak asasi manusia menjadi tujuan dari syariat islam (maqoshid
al-Syaria’at) yang telah dirumuskan oleh Imam al-Ghazali dan Abu
Ishaq as-Syatibi (Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, 2009 : XV). Prinsip tersebut
terangkum dalam dalam al-dlaruriat al-khamsah (lima
prinsip dasar) atau disebut juga al huquq al insaniyah fi al Islam (hak
asasi manusia dalam Islam). Konsep ini ini mengandung lima prinsip dasar yang
harus di jaga dan di hormati oleh setiap individu, yakni :
1. Hifdzu
al-Din (penghormatan atas kebebasan beragama)
Islam memberikan penghormatan dan kebebasan
berkeyakinan dan beribadah. Setiap pemeluk agama berhak atas agama dan
madzhabnya. Seseorang tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agamanya menuju
agama atau madzhab lainya dan tidak seorangpun boleh memaksa dan menekan orang
lain untuk berpindah dari keyakinanya untuk masuk Islam (Q.S. al-Baqoroh :
256).
2. Hifdzu
al-Mal (penghormatan atas harta benda)
Dalam ajaran islam harta adalah milik Allah SWT
yang dititipka-Nya pada Alam dan manusia sbagai anugerah. Seluruh bumi beserta
segala yang terkandung di dalamnya, dan apa yang berada di atasnya telah
dijadikan Allah SWT untuk seluruh manusia.
Artinya : “Dan Allah telah meratakan bumi untuk
makhluk-Nya.” ( Q.S.al-Rahman : 10)
Artinya : “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.( Q.S.al-Hadid
: 7)
3. Hifdzu
al-Nafs wa al-‘Ird (penghormatan atas jiwa, hak hidup dan
kehormatan individu)
Dalam ajaran Islam, penghormatan atas jiwa, hak
hidup dan kehormatan individu merupakan hak dasar dan tumpuan dari semua hak.
Hak-hak lain tidak akan ada dan relevan tanpa perlindungan hak hidup. Maka
perlindungan al-Qur’an terhadap hak ini sangat jelas dan tegas :
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum)
bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang
kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”( Q.S al-Maidah : 32)
Karena penghargaan yang tinggi terhadap jiwa
dan kehidupan maka al-Qur’an memberikan sangsi yang tegas terhadap siapapun
yang mengingkarinya. Qishas atau hukuman mati
terlahir dari spirit perlindungan ini. Al-Qur’an menegaskan :
“ Dan dalam qishaash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.” (Q.S. al-Baqoroh : 179 )
4. Hifdzu
al-‘Aql (penghormatan atas kebebasan berfikir)
Penghormatan atas kebebasan berfikir serta hak
atas pendidikan merupakan penjabaran yang amat penting dari prinsip hifdz
al-aql. Menjaga akal budi dari zat-zat yang memabukan merupakan
perlindungan primer, maka pendidikan merupakan pemenuhan hak-hak sekunder untuk
pengembanganya. Tanpa pendidikan yang memadai akal sebagai anugerah penting dari
Tuhan kurang bernilai dan menyia-nyiakan anugerah Tuhan.
5. Hifdzu
al-Nasl (keharusan untuk menjaga keturunan)
Dalam ajaran Islam menjaga dan memelihara
keturunan di manifestasikan dengan disyariatkan lembaga pernikahan. Islam
memandang lembaga pernikahan sebagai cara melindungi eksistensi manusia secara
terhormat dan bermartabat. Islam tidak menganjurkan, meski tidak mengharamkan
secara mutlak hidup celibat/membujang. Bagi yang
menjalankan pernikahan secara penuh tanggungjawab dijanjikan dengan kemuliaan.
Sebab dengan pernikahan yang penuh tanggungjawab dan harmonis, generasi manusia
yang saleh dapat dibina dari satu generasi kegenerasi secara berkesinambungan.
Pernikahan merupakan peristiwa kontraktual dan
sakral. Hampir setiap keyakinan agama termasuk ajaran Islam mengatur secara
serius mengurus pernikahan sampai detail, bukan sekedar syarat dan rukunnya
melainkan sekaligus prosesinya. Memiliki keturunan melalui jalinan pernikahan
yang sah untuk melanjutkan keturunan manusia secara terhormat dan bermartabat.[5]
H.
Penerapan
Hukum di Indonesia
Sejalan
dengan amanat konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa perlindungan HAM harus
didasarkan pada prinsipbahwa hak-hak sipil,politik,ekonomi,sosial budaya,dan
hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam
penerapan,pemantauan,maupundalam pelaksanaanya(Wirayuda,2005)
HAM di Indonesia didasarkan pada
konstitusi NKRI, yaitu:
a. pembukaan
UUD 1945 (alenia 1),
b. pancasila
sila keempat
c. Batang
tubuh UUD 1945 (Pasal 27,29 dan 30),
d. UU
Nomor 39/1999 tentang HAM
e. UU
Nomor26/2000 tentang Pengadilan HAM.
HAM di Indonesia menjamin :
·
Hak untuk hidup
·
Hak untuk berkeluarga dan
melanjutkan keturunan
·
Hak mengembangkan diri
·
Hak memperoleh keadilan
·
Hak atas kebebasan
·
Hak atas rasa aman
·
Hak atas kesejahteraan
·
Hak turut serta dalam pemerintahan
·
Hak wanita
·
Hak anak
Program
penegakan hukum dan HAM (pp Nomor 7 Tahun 2005), meliputi:
·
Pemberantasan korupsi
·
Antiterorisme
·
Pembasmian penyakahgunaan narkotika
dan obat berbahaya
Kegiatan-kegiatan
pokok penegak HAM meliputi:
Penguatan
upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi Tahun 2004 Pelaksanaan Rencana aksi Nasional Hak Asasi Manusia
(RANHAM) dari Tahun 2004-209 sebagai gerakan nasional. Peningkatan penegak
hukum terhadap pemberantasan indak pidana teroisme dan penyalahgunaan narkotika
serta obat berbahaya lainnya.
I. Kesimpulan
Pada hakikatnya pembahasan tentang HAM baik dalam Al qur’an
maupun hadis serta dalam negara kesatuan republik indonesia semuanya telah
menjelaskan pembatasan serta
perlindungan kepada masyarakat. Khususnya dalam menangani beberapa
permasalahan demi menjaga harkat dan
martabat manusia. Maka dari itu hendaknya kita sebagai manusia yang taat
beragama dan cinta tanah air seharusnya dapat menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penyampaian
materi.
J. Daftar
Pustaka
Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia ,Surabaya:
Pustaka Progresif, 2002
Nasib ar-Rifa’i Muhammad ,Rin gkasan Tafsir Ibnu Katsir,
Jakarta:Gema Insani,2004
Al-Maraghi Mustofa, Ahmad. Terjemah
Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV. Toha Putra, 1993.
http://www.angelfire.com/id/sidikfound/ham.html
[1] A. Warson
Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif,
2002), 488
[3] Muhammad Nasib
ar-Rifa’i,Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,(Jakarta:Gema Insani),hlm 402.
[4] Mustofa
Al-Maraghi, Ahmad. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV. Toha
Putra, 1993.
[5] Ahmad
al-Mursi, Maqosid Al Syariat,Husain Jauhar, 2009 : XV
A. Latar
Belakang
Hak asasi
manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia sejak
manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak yang dimiliki
setiap orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya, karena ia berhadapan
langsung dan harus menghormati hak yang dimiliki orang lain. Hak asasi manusia
teriri atas dua hak yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak
kebebasan. Tanpa adanya kedua hak ini maka akan sulit untuk menegakkan hak
asasi lainnya.
Pengakuan
terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan terhadap
segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya. Walaupun demikian,
kita tidak boleh lupa bahwa hakikat tersebut tidak hanya mengundang hak untuk
mengikuti kehidupan secara kodrati. Sebab dalam hakikat kodrati itu pun
terkandung kewajiban pada diri manusia tersebut. Tuhan memberikan sejumlah hak
dasar tadi dengan kewajiban membina dan menyempurnakannya.
HAM merupakan
hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental
sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara.
Dengan
demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan.
Keseimbangan adalah antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Upaya menghormati,
melindungi, dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab
bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun
militer), dan negara.
B.
PENJELASAN
Ayat-ayat
Al qur’an yang menjelaskan mengenai Hak Asasi Manusia
Surah
Al-Hujurat ayat 13
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya : Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
C.
Makna Per Kata
/ä3»oYø)n=yz = Menciptakan
Nä3»oYù=yèy_u = Menjadikan
#þqèùu$yètGÏ9 = Saling mengenal
D.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah, pada saat terjadinya Fathul Makkah (8 H),
Rasul mengutus Bilal Bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan, ia memanjat ka’bah
dan berseru kepada kaum muslimin untuk shalat jama’ah. Ahab bin Usaid ketika
melihat Bilal naik keatas ka’bah berkata “segala puji bagi Allah yang telah
mewafatkan ayahku, sehingga tidak menyaksikan peristiwa hari ini”.
Harist bin Hisyam berkata “Muhammad menemukan orang lain ke-cuali burung gagak
yang hitam ini”, kata-kata ini dimaksudkan untuk men-cemooh Bilal, karena
warna kulit Bilal yang hitam. Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan
kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan mereka. Sehingga turunlah ayat
ini, yang melarang manusia untuk menyombongkan diri karena kedudukannya,
kepangkatannya, kekayaannya, keturunan dan mencemooh orang miskin.[1]
Diterangkan pula bahwa kemuliaan itu dihubungkan dengan ketakwaan, karena
yang membedakan manusia disisi Allah hanyalah dari ketakwaan seseorang.
Adapun asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh Abu Daud tentang peristiwa
yang terjadi kepada sahabat Abu Hindin (yaitu sahabat yang biasa berkidmad
kepada nabi). rasulullah mengfurus Bani Bayadah untuk menikahkan Abu Hindin
dengan gadis-gadis di kalangan mereka. Mereka bertanya “apakah patut kami
mengawinkan gadis kami dengan budak-budak?” sehingga turun ayat ini, agar kita
tidak mencemooh seseorang karena memandang kedudukannya.[2]
E.
Munasabah Ayat
At Taubah ayat
6
وَإِنْ
أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ
اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
Dan jika
seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka
lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia
ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak
mengetahui.
Allah Ta’ala
berfiirman kepada Nabi Muhammad SAW “Dan
jika seseorang diantara kaum musyrikin’’ yang kamu dii perintahkan untuk
memerangi mereka dan aku menghalalkan kepadamu harta dan diri mereka, “ meminta
perlindungan kepadamu” maka penuhilah permintaannya “ hingga dia dapat mendengar firman alloh,” yaitu Al
qur’an, yang kamu bacakan kepadanya dan kamu peringatkan kepadanya akan perkara
agama sehingga hujjah Allah dapat dii tegakkan kepadanya “ kemudian antarkanlah
ia ke tempat yang aman baginya“ yaitu dia merasa aman terus menerus hingga
kembali ke negerinya , rumahnya, dan tempat yang aman. “ Demikian itu
disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” yaitu kami mensyariatkan
perlindungan kepada orang yang demikian agar mereka mengetahui din Allah dan
dakwah Allah menyebar kepada Hamba-Hambanya.[3]
Hadis
1
Hendaknya
Orang yang Hadir Menyampaikan Ilmu kepada Orang yang Tidak Hadir
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الوَهَّابِ، قَالَ: حَدَّثَنَا
حَمَّادٌ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ، عَنْ أَبِي
بَكْرَةَ، ذُكِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «فَإِنَّ
دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ - قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ - وَأَعْرَاضَكُمْ، عَلَيْكُمْ
حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، أَلاَ لِيُبَلِّغِ
الشَّاهِدُ مِنْكُمُ الغَائِبَ». وَكَانَ مُحَمَّدٌ يَقُولُ: صَدَقَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ ذَلِكَ «أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ» مَرَّتَيْنِ
Abdullah
bin Abdul Wahab menyampaikan kepada kami dari Hammad, dari Ayub, dari Muhammad,
dari Ibnu Abu Bakrah, dari Abu Bakrah bahwa Nabi saw bersabda, “Sungguh, darah
kalian, harta kalian— (menurut Muhammad, beliau juga mengatakan, ’dan
kehormatan kalian’)—itu haram (suci) atas kalian sebagaimana sucinya hari
kalian ini, pada bulan kalian ini. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan
kepada yang tidak hadir.“ Muhammad berkata, “Rasulullah saw benar, sebagaimana
yang disabdakannya, ’Bukankah aku telah menyampaikannya?’ beliau mengulanginya
dua kali.“ Bukhari:105
Hadits
ini mengajarkan kita agar memperdulikan orang lain agar orang lain mengetahui
apa yang kita ketahui dalam kehidupan berbudaya dan menjaga hak asasi manusia
terutama terhadap sesama
Hadits
2
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ
بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ
عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ
ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ. أخرجه مسلم : 1218
“Bertakwalah
kalian kepada Allah (dalam menangani) istri-istri. Sesungguhnya kalian
mengambil mereka dengan rasa aman dari Allah, menghalalkan kemaluan mereka
dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka, (ialah) mereka tidak boleh
memasukkan ke ranjang kalian seseorang yang kalian benci. Jika mereka
melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Bagi
mereka (yang menjadi kewajiban) atas kalian memberi rezki dan sandang bagi
mereka dengan sepantasnya”. [HR Muslim, 1218]
Agama
Islam yang hanif, dengan arahan-arahan yang lurus serta petunjuk-petunjuknya
yang penuh hikmah, memelihara wanita, melindungi kemuliaan dan martabatnya.
Juga menjamin terwujudnya kemuliaan dan kebahagiaanya.
F.
Tafsir Ayat
“Allah sedang
memberitahukan kepada manusia Sesungguhnya Dia telah menciptakan manusia dari
tubuh satu orang saja, dan menjadikan dari tubuh tersebut pasanganya, mereka
adalah adam dan hawa, dan Allah menjadikan manusia itu menjadi beberapa bangsa
dan suku, yaitu suku-suku pada umumnya, setelah bersuku-suku di lanjutkan yang
lainnya, seperti beberapa bagian, beberapa kabilah, beberapa tempat tinggal,
dan lain sebagainya.”
Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa), dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kuligt bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi untuk saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang mulia diantara manusia disisi Allah hanyalah orang yang bertakwa kepada-Nya.
Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang mulia itu adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah. Mengapa manusia saling menolok-olok sesama saudara hanya karena Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, sedangkan Allah menjadikan seperti itu agar manusia saling mengenal dan saling tolong menolong dan kemaslahatan-maslahatan mereka yang bermacam-macam. Namun tidak ada kelebihan bagi seseorangpun atas yang lain, kecuali dengan taqwa dan keshalihan, disamping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak pernah abadi.
Diriwayatkan pula dari Abu Malik Al-Asy’ari, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, ”sesungguhnya Allah tidak memandang kepada pangkat-pangkat kalian dan tidak pula kepada nasab-nasabmu dan tidak pula pada tubuhmu, dan tidak pula pada hartamu, akan tetapi memandang pada hatimu. Maka barang siapa mempunyai hati yang shaleh, maka Allah belas kasih kepadanya. Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling dicintai Allah hanyalah yang paling bertaqwa diantara kalian,”. Jadi jika kalian hendak berbangga maka banggakanlah taqwamu, artinya barang siapa yang ingin memperoleh derajat-derajat tinggi hendaklah ia bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha tahu tentang kamu dan amal perbuatanmu, juga maha waspada tentang hatimu, maka jadikanlah taqwa sebagai bekalmu untuk akhiratmu.[4]
Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa), dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kuligt bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi untuk saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan atau kekayaan karena yang mulia diantara manusia disisi Allah hanyalah orang yang bertakwa kepada-Nya.
Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang mulia itu adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah. Mengapa manusia saling menolok-olok sesama saudara hanya karena Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, sedangkan Allah menjadikan seperti itu agar manusia saling mengenal dan saling tolong menolong dan kemaslahatan-maslahatan mereka yang bermacam-macam. Namun tidak ada kelebihan bagi seseorangpun atas yang lain, kecuali dengan taqwa dan keshalihan, disamping kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak pernah abadi.
Diriwayatkan pula dari Abu Malik Al-Asy’ari, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, ”sesungguhnya Allah tidak memandang kepada pangkat-pangkat kalian dan tidak pula kepada nasab-nasabmu dan tidak pula pada tubuhmu, dan tidak pula pada hartamu, akan tetapi memandang pada hatimu. Maka barang siapa mempunyai hati yang shaleh, maka Allah belas kasih kepadanya. Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling dicintai Allah hanyalah yang paling bertaqwa diantara kalian,”. Jadi jika kalian hendak berbangga maka banggakanlah taqwamu, artinya barang siapa yang ingin memperoleh derajat-derajat tinggi hendaklah ia bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha tahu tentang kamu dan amal perbuatanmu, juga maha waspada tentang hatimu, maka jadikanlah taqwa sebagai bekalmu untuk akhiratmu.[4]
G.
Tahlil Ayat
Prinsip-prinsip
hak asasi manusia menjadi tujuan dari syariat islam (maqoshid
al-Syaria’at) yang telah dirumuskan oleh Imam al-Ghazali dan Abu
Ishaq as-Syatibi (Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, 2009 : XV). Prinsip tersebut
terangkum dalam dalam al-dlaruriat al-khamsah (lima
prinsip dasar) atau disebut juga al huquq al insaniyah fi al Islam (hak
asasi manusia dalam Islam). Konsep ini ini mengandung lima prinsip dasar yang
harus di jaga dan di hormati oleh setiap individu, yakni :
1. Hifdzu
al-Din (penghormatan atas kebebasan beragama)
Islam memberikan penghormatan dan kebebasan
berkeyakinan dan beribadah. Setiap pemeluk agama berhak atas agama dan
madzhabnya. Seseorang tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agamanya menuju
agama atau madzhab lainya dan tidak seorangpun boleh memaksa dan menekan orang
lain untuk berpindah dari keyakinanya untuk masuk Islam (Q.S. al-Baqoroh :
256).
2. Hifdzu
al-Mal (penghormatan atas harta benda)
Dalam ajaran islam harta adalah milik Allah SWT
yang dititipka-Nya pada Alam dan manusia sbagai anugerah. Seluruh bumi beserta
segala yang terkandung di dalamnya, dan apa yang berada di atasnya telah
dijadikan Allah SWT untuk seluruh manusia.
Artinya : “Dan Allah telah meratakan bumi untuk
makhluk-Nya.” ( Q.S.al-Rahman : 10)
Artinya : “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.( Q.S.al-Hadid
: 7)
3. Hifdzu
al-Nafs wa al-‘Ird (penghormatan atas jiwa, hak hidup dan
kehormatan individu)
Dalam ajaran Islam, penghormatan atas jiwa, hak
hidup dan kehormatan individu merupakan hak dasar dan tumpuan dari semua hak.
Hak-hak lain tidak akan ada dan relevan tanpa perlindungan hak hidup. Maka
perlindungan al-Qur’an terhadap hak ini sangat jelas dan tegas :
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum)
bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang
kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”( Q.S al-Maidah : 32)
Karena penghargaan yang tinggi terhadap jiwa
dan kehidupan maka al-Qur’an memberikan sangsi yang tegas terhadap siapapun
yang mengingkarinya. Qishas atau hukuman mati
terlahir dari spirit perlindungan ini. Al-Qur’an menegaskan :
“ Dan dalam qishaash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.” (Q.S. al-Baqoroh : 179 )
4. Hifdzu
al-‘Aql (penghormatan atas kebebasan berfikir)
Penghormatan atas kebebasan berfikir serta hak
atas pendidikan merupakan penjabaran yang amat penting dari prinsip hifdz
al-aql. Menjaga akal budi dari zat-zat yang memabukan merupakan
perlindungan primer, maka pendidikan merupakan pemenuhan hak-hak sekunder untuk
pengembanganya. Tanpa pendidikan yang memadai akal sebagai anugerah penting dari
Tuhan kurang bernilai dan menyia-nyiakan anugerah Tuhan.
5. Hifdzu
al-Nasl (keharusan untuk menjaga keturunan)
Dalam ajaran Islam menjaga dan memelihara
keturunan di manifestasikan dengan disyariatkan lembaga pernikahan. Islam
memandang lembaga pernikahan sebagai cara melindungi eksistensi manusia secara
terhormat dan bermartabat. Islam tidak menganjurkan, meski tidak mengharamkan
secara mutlak hidup celibat/membujang. Bagi yang
menjalankan pernikahan secara penuh tanggungjawab dijanjikan dengan kemuliaan.
Sebab dengan pernikahan yang penuh tanggungjawab dan harmonis, generasi manusia
yang saleh dapat dibina dari satu generasi kegenerasi secara berkesinambungan.
Pernikahan merupakan peristiwa kontraktual dan
sakral. Hampir setiap keyakinan agama termasuk ajaran Islam mengatur secara
serius mengurus pernikahan sampai detail, bukan sekedar syarat dan rukunnya
melainkan sekaligus prosesinya. Memiliki keturunan melalui jalinan pernikahan
yang sah untuk melanjutkan keturunan manusia secara terhormat dan bermartabat.[5]
H.
Penerapan
Hukum di Indonesia
Sejalan
dengan amanat konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa perlindungan HAM harus
didasarkan pada prinsipbahwa hak-hak sipil,politik,ekonomi,sosial budaya,dan
hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam
penerapan,pemantauan,maupundalam pelaksanaanya(Wirayuda,2005)
HAM di Indonesia didasarkan pada
konstitusi NKRI, yaitu:
a. pembukaan
UUD 1945 (alenia 1),
b. pancasila
sila keempat
c. Batang
tubuh UUD 1945 (Pasal 27,29 dan 30),
d. UU
Nomor 39/1999 tentang HAM
e. UU
Nomor26/2000 tentang Pengadilan HAM.
HAM di Indonesia menjamin :
·
Hak untuk hidup
·
Hak untuk berkeluarga dan
melanjutkan keturunan
·
Hak mengembangkan diri
·
Hak memperoleh keadilan
·
Hak atas kebebasan
·
Hak atas rasa aman
·
Hak atas kesejahteraan
·
Hak turut serta dalam pemerintahan
·
Hak wanita
·
Hak anak
Program
penegakan hukum dan HAM (pp Nomor 7 Tahun 2005), meliputi:
·
Pemberantasan korupsi
·
Antiterorisme
·
Pembasmian penyakahgunaan narkotika
dan obat berbahaya
Kegiatan-kegiatan
pokok penegak HAM meliputi:
Penguatan
upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi Tahun 2004 Pelaksanaan Rencana aksi Nasional Hak Asasi Manusia
(RANHAM) dari Tahun 2004-209 sebagai gerakan nasional. Peningkatan penegak
hukum terhadap pemberantasan indak pidana teroisme dan penyalahgunaan narkotika
serta obat berbahaya lainnya.
I. Kesimpulan
Pada hakikatnya pembahasan tentang HAM baik dalam Al qur’an
maupun hadis serta dalam negara kesatuan republik indonesia semuanya telah
menjelaskan pembatasan serta
perlindungan kepada masyarakat. Khususnya dalam menangani beberapa
permasalahan demi menjaga harkat dan
martabat manusia. Maka dari itu hendaknya kita sebagai manusia yang taat
beragama dan cinta tanah air seharusnya dapat menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penyampaian
materi.
J. Daftar
Pustaka
Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia ,Surabaya:
Pustaka Progresif, 2002
Nasib ar-Rifa’i Muhammad ,Rin gkasan Tafsir Ibnu Katsir,
Jakarta:Gema Insani,2004
Al-Maraghi Mustofa, Ahmad. Terjemah
Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV. Toha Putra, 1993.
http://www.angelfire.com/id/sidikfound/ham.html
[1] A. Warson
Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif,
2002), 488
[3] Muhammad Nasib
ar-Rifa’i,Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,(Jakarta:Gema Insani),hlm 402.
[4] Mustofa
Al-Maraghi, Ahmad. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang : CV. Toha
Putra, 1993.
[5] Ahmad
al-Mursi, Maqosid Al Syariat,Husain Jauhar, 2009 : XV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar