Rabu, 23 November 2016

pemanfaatan sumber daya alam



A.    LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan Negara. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu.
Padahal di dalam ajaran islam sendiri sudah diterangkan jika menjadai seorang pemimpin jadilah seoarang pemimpin yang amanah yaitu dengan cara tidak memakan hak rakyat (korupsi) karena itu akan merugikan rakyat.



B.     AYAT DAN TERJEMAHANNYA
Ali imran ayat 161
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.

C.    MAKNA MUFRODAT
وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu
يَغْلُلْ: kata “al-ghulul” (culas) berarti menyembunyikan sesuatu ke dalam barang-barangnya dengan cara mengkhianati, menipu, dan berlaku culas pada kawan-kawan, terutama sekali menyembunyikan “harta rampasan”.

D.    MUNASABAH AYAT
1.      Al anfal:27
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.(Al anfal:27)
Tafsir ayat ini
Ayat ini bersifat umum walaupun dapat saja ia turun karena alasan khusus. Menurut jumhur ulama, yang di jadikan pegangan ialah keumuman redaksi, bukan kekhususan sebab. Pengkhianatan mencakup dosa kecil dan besar, baik kata itu berlaku sebagai transmitif maupun intransitive. Sehubungan degan firman Allah Ta’ala ” janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu” ali bi abi thalhah meriwayatkan dari ibnu abbas bahwa dia menafsirkan: amanah ialah perbuatan yang di percayakan kepada hamba, yaitu perbuatan wajib. Allah Ta’ala berfirman ”janganlah kamu menghianati” berarti janganlah kamu mengingkarinya . dalam riwayat lain ibnu abbas mengatakan: janganlah kamu mengkhianati Allah dan rasul dengan meninggalkan sunnahnya dan melaksanakan maksiat. As-sadi berkata: jika mereka mengkhianati Allah dan rasul, berarti mereka mengkhianati amanatya sendiri.[1]
2.      al baqoroh: 188
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُون   
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (al baqoroh: 188)
Tafsir ayat ini
Ayat ini memerintah untuk kita tidak memaka harta sesamamu dengan jalan yang bathil. Dan janganlah kamu memperguakannya sebagai penyuap hakim supaya kamu dapat mengambil sebagian harta orang lain dengan jalan curang, padahal kamu tau ulah semacam itu tidak baik.[2]
Ibnu jabir, ibnu munzir, dan ibnu abi hati meriwayatkan dari ibnu abbas, dan dia berkata “ ayat ini diturunkan berkenaan dengn orang yang berhutang, yang menyngkal hutangnya di hadapan hakim, meskipun dia tahu benar bahwa dia berutang.” Adapun maksud “makan hartamu di antaramu (sendiri) dengan cara batil ” ialah mengambil harta orang lain dengan jalan yang tidak dibolehkan syarak, sekalipun yang punya harta merasa ridha dan bersenang hati menyerahkan hartanya itu.
Termasuk harta yang diserahkan kepada hakim atau dengan persaksian palsu. Ini semua digolongkan kepada memakan harta dengan jalan yang batil. Karena keputusan hakim itu tidaklah berarti bahwa harta yang didapatnya dari kemenangannya itu adalah halal.
 Ulama telah berselisih pendapat mengenai keputusan hakim atau kadi dalam perkara tersebut . apakah apakah keputusan hakim berlaku menurut lahir saja, artinya dengan keputusan hakim maka berpindahlah hak secara lahirm atau berlaku pada lahir dn batin, sehingga halal bagiorang yang memakan harta itu, sedangkan dosanya dipikul oleh hakim yang telah memutuskan perkaranya dengan jalan aniaya. Imm nawawi menjelaskan dala syara muslim, bahwa syafi’I telah menceritakan ijma ulama yang menerangkan bahwa hokum hakim tidaklah menghalalkan yang haram. Demikian pendapat jumhur dan pedapat dua orag sahabat Abu hanifah yang berbeda dengan pendapat Abu hanifah sendiri, setelah yang berdua itu memperoleh dalil-dalil yang menguatkan pendapat jumhur. Menrut kaidah jumhur, hal-hal yang berhubungan  budhu’lebih utama dari benda.[3]

E.     TAFSIR AYAT
Menurut keterangan jumhur, pengertian, membawa barang apa yang telah diculaskannya, berarti di hari kiamat kelak, segala barang tipuan yang dilakukannya terhadap kawan-kawannya akan dipikulnya sendiri di atas pundaknya, agar dia merasa malu dari perbuatannya yang culas sebagai tambahan azab atas perbuatannya yang amat khianat itu.
Bukhari dan muslim meriwatkan dari  hadis abu hurairah dia berkata, pada suatu hari rasulullah berkhotbah di hadapan kami tentang harta ghulul beliau bersabda,
ketahulah aku akan menjemput salah satu di antaramu nanti di hari kiamat, dia dating sendang di atas kuduknya ada seekor unta yang memekik mekik. Maka katakanlah orang itu, wahai Rasulullah, tolonglah aku! Aku menjawab, aku tidak dapat menolongmu sedikit jua pun dari azab Allah karena dahulu sudah kusampaikan”.
“aku jupa pula salah seorang di antaramu nanti dihari kiamat, dia sedang di atas kuduknya  ada seekor kuda yang berteriak teriak. Maka katakanlah orang itu, wahai Rasulullah, tolonglah aku! Aku menjawab, aku tidak dapat menolongmu sedikit jua pun dari azab Allah, karena dahulu telah kusampaikan”.
“aku jumpa pulai pula orang yang dating di hari kiamat itu, dengan mebawa barang yang diam tidak bersuara di atas kuduknya. Maka berkata dia, wahai Rasulullah, tolonglah aku! Aku menjawab, aku tidak dapat menolongmu sedikit jua pun dari azab Allah,karena dahulu telah aku sampaikan”.
Demikian siksaan terhadap mereka yang berlaku culas, berkhianat dan menipu teman, terutama penipuan yang dilakukan berhubungan dengan harta rampasan perang, karena ayat ini diturunkan berkenaan dengan harta rampasan pada perang uhud.
Harta ghulul dalam peperangan ialah harta rampasan yang belom lagi dibagi-bagi lantas disembunyikannya. Orang yang melakukan ghulul termasuk telah melakukan dosa besar.[4]
Ada juga yang berpendapat, bukanlah menjadi tabi’atya seorang nabi yang manapun juga untuk berbuat curang. Barang siapa yang berbuat curang, ia akan datang pada hari kiamat membawa hasil kecurangannya. Bahwa tuhan mengetahuiya dengan sempurna dan akan memperagakannya pada hari kiamat sebagai hasil kecurangannya. Lalu masing-masing orang menerima nalasan yang setimpal atas segala yang telah dilakukannya, sedang mereka tidak dianiaya.[5]
F.     TAHLIL AYAT
Sangat jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh syari’at, baik dalam Kitabullah (al Qur`an) maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih.
Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali Imran: 161].
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.

Menurut keterangan jumhur, pengertian, membawa barang apa yang telah diculaskannya, berarti di hari kiamat kelak, segala barang tipuan yang dilakukannya terhadap kawan-kawannya akan dipikulnya sendiri di atas pundaknya, agar dia merasa malu dari perbuatannya yang culas sebagai tambahan azab atas perbuatannya yang amat khianat itu.

Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.
Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …”

Ibnu Katsir mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.”

Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana dalam firmanNya :

وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" (albaqoroh:188)        

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.(Al anfal:27)
Adapun larangan berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak,
Didalam peraturan perundang undangan di indonesia  yang mengatur tindak pidana korupsi, saat ini sudah lebih baik dari pada sebelumnya dengan di keluarkannya UU No.28 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001 tentang tidak pidana korupsi dan sudah ada badan yang mengatasi tindak-tindak korupsi di Indonesia yang di berinama KPK(komisi pemberantasan korupsi) Padahal sudah jelas ada peraturan perundang undangan dan juga dalil di dalam Al Quran namum masih banyak pejabat” Negara yang melakukan tindak korupsi. Mereka semua seperti para tikus-tikus berdasi yang kelaparan akan harta orang lain. Pada dasarnya hukum di Indonesia tidak jauh berbeda dengan hukum islam, di dalam islam melarang orang korupsi dan di hukum Indonesia juga melarang orang korupsi
Peluang melakukan korupsi ada di setiap tempat, pekerjaan ataupun tugas, terutama yang diistilahkan dengan tempat-tempat “basah”. Untuk itu, setiap muslim harus selalu berhati-hati, manakala mendapatkan tugas-tugas. Dengan mengetahui pintu-pintu ini, semoga kita selalu waspada dan tidak tergoda, sehingga nantinya mampu menjaga amanah yang menjadi tanggung jawab kita.

G.    KESIMPULAN
Tidak ada satu dalil pun yang membenarkan perilaku korupsi dalam Islam. Bahkan Islam melarang dengan tegas terhadap tindakan korupsi karena di dalamnya mengandung unsur pencurian, penggunaan hak orang lain tanpa izin / penyalahgunaan jabatan, penyelewengan harta negara, suap / sogok, pengkhianatan, dan perampasan / perampokan.
Islam memandang korupsi sebagai perbuatan yang dapat merugikan masyarakat, mengganggu kepentingan publik, dan menimbulkan teror terhadap kenyamanan dan ketertiban masyarakat. Hukum Islam memberikan sanksi yang tegas terhadap perilaku korupsi seperti hukuman terhadap jiwa, hukuman terhadap badan, hukuman terhadap harta benda, dan hukuman terhadap kemerdekaan seseorang.
Dalam upaya meminimalisir terjadinya korupsi, filosofi Islam menganjurkan agar dilakukan pencegahan secepat mungkin. Sebagaimana adagium “mencegah suatu penyakit lebih baik daripada mengobatinya”, begitu juga dengan korupsi yang lebih baik dicegah daripada diberantas secara tuntas. Untuk itu diperlukan langkah dan strategi yang tepat, salah satunya adalah dengan cara meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan menanamkan pendidikan anti korupsi secara dini bagi generasi penerus bangsa.











DAFTAR PUSTAKA

Surin Bachtiar, ALKANZ  terjemah dan tafsir Al Quran,bandung, 2012
ar-rifa’I Muhammad nasib, ringkasan TAFSIR IBNU KATSIR, Depok, 2011
binjai Syekh H. abdul halim hasan, TAFSIR AL-AHKAM, Jakarta, 2006



[1]  Muhammad nasib ar-rifa’I, ringkasan TAFSIR IBNU KATSIR, (Depok), 361-362
[2]Bachtiar surin, ALKANZ  terjemah dan tafsir Al Quran, (bandung), 101
[3]  Syekh H. abdul halim hasan binjai, TAFSIR AL-AHKAM, (Jakarta), 44.
[4] Bachtiar surin, ALKANZ  terjemah dan tafsir Al Quran, (bandung), 187-188
[5]  Bachtiar surin, ALKANZ  terjemah dan tafsir Al Quran, (bandung) 238

Tidak ada komentar:

Posting Komentar