A.
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari
keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta
ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah
negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Salah satu penyebabnya
adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya
dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral
dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran
dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di
Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang
sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Korupsi telah
mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang
lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan
Negara. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi
hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya
moralitas dan rasa malu.
Padahal di dalam ajaran islam sendiri sudah
diterangkan jika menjadai seorang pemimpin jadilah seoarang pemimpin yang
amanah yaitu dengan cara tidak memakan hak rakyat (korupsi) karena itu akan
merugikan rakyat.
B. AYAT DAN TERJEMAHANNYA
Ali
imran ayat 161
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ
أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ
تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Tidak mungkin
seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang
berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan
datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan
diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal,
sedang mereka tidak dianiaya.”
C. MAKNA
MUFRODAT
وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ: Barangsiapa yang berkhianat
dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa
apa yang dikhianatkannya itu
يَغْلُلْ: kata “al-ghulul” (culas) berarti menyembunyikan sesuatu
ke dalam barang-barangnya dengan cara mengkhianati, menipu, dan berlaku culas
pada kawan-kawan, terutama sekali menyembunyikan “harta rampasan”.
D.
MUNASABAH AYAT
1.
Al anfal:27
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ
وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.(Al
anfal:27)
Tafsir ayat ini
Ayat
ini bersifat umum walaupun dapat saja ia turun karena alasan khusus. Menurut
jumhur ulama, yang di jadikan pegangan ialah keumuman redaksi, bukan kekhususan
sebab. Pengkhianatan mencakup dosa kecil dan besar, baik kata itu berlaku
sebagai transmitif maupun intransitive. Sehubungan degan firman Allah Ta’ala ” janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu” ali bi abi
thalhah meriwayatkan dari ibnu abbas bahwa dia menafsirkan: amanah ialah perbuatan
yang di percayakan kepada hamba, yaitu perbuatan wajib. Allah Ta’ala berfirman
”janganlah kamu menghianati” berarti janganlah kamu mengingkarinya .
dalam riwayat lain ibnu abbas mengatakan: janganlah kamu mengkhianati Allah dan
rasul dengan meninggalkan sunnahnya dan melaksanakan maksiat. As-sadi berkata:
jika mereka mengkhianati Allah dan rasul, berarti mereka mengkhianati amanatya
sendiri.[1]
2. al
baqoroh: 188
وَلَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُون
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui. (al baqoroh: 188)
Tafsir
ayat ini
Ayat ini memerintah untuk kita tidak memaka harta sesamamu dengan
jalan yang bathil. Dan janganlah kamu memperguakannya sebagai penyuap hakim
supaya kamu dapat mengambil sebagian harta orang lain dengan jalan curang,
padahal kamu tau ulah semacam itu tidak baik.[2]
Ibnu jabir, ibnu munzir, dan ibnu abi hati meriwayatkan dari ibnu
abbas, dan dia berkata “ ayat ini diturunkan berkenaan dengn orang yang
berhutang, yang menyngkal hutangnya di hadapan hakim, meskipun dia tahu benar
bahwa dia berutang.” Adapun maksud “makan hartamu di antaramu (sendiri)
dengan cara batil ” ialah mengambil harta orang lain dengan jalan yang
tidak dibolehkan syarak, sekalipun yang punya harta merasa ridha dan bersenang
hati menyerahkan hartanya itu.
Termasuk harta yang diserahkan kepada hakim atau dengan persaksian
palsu. Ini semua digolongkan kepada memakan harta dengan jalan yang batil.
Karena keputusan hakim itu tidaklah berarti bahwa harta yang didapatnya dari
kemenangannya itu adalah halal.
Ulama
telah berselisih pendapat mengenai keputusan hakim atau kadi dalam perkara
tersebut . apakah apakah keputusan hakim berlaku menurut lahir saja, artinya
dengan keputusan hakim maka berpindahlah hak secara lahirm atau berlaku pada
lahir dn batin, sehingga halal bagiorang yang memakan harta itu, sedangkan
dosanya dipikul oleh hakim yang telah memutuskan perkaranya dengan jalan
aniaya. Imm nawawi menjelaskan dala syara muslim, bahwa syafi’I telah
menceritakan ijma ulama yang menerangkan bahwa hokum hakim tidaklah
menghalalkan yang haram. Demikian
pendapat jumhur dan pedapat dua orag sahabat Abu hanifah yang berbeda dengan
pendapat Abu hanifah sendiri, setelah yang berdua itu memperoleh dalil-dalil
yang menguatkan pendapat jumhur. Menrut kaidah jumhur, hal-hal yang
berhubungan budhu’lebih utama
dari benda.[3]
E.
TAFSIR AYAT
Menurut keterangan jumhur, pengertian, membawa
barang apa yang telah diculaskannya, berarti di hari kiamat kelak, segala
barang tipuan yang dilakukannya terhadap kawan-kawannya akan dipikulnya sendiri
di atas pundaknya, agar dia merasa malu dari perbuatannya yang culas sebagai
tambahan azab atas perbuatannya yang amat khianat itu.
Bukhari dan muslim meriwatkan dari
hadis abu hurairah dia berkata, pada suatu hari rasulullah berkhotbah di
hadapan kami tentang harta ghulul beliau bersabda,
“ketahulah aku akan menjemput salah satu di antaramu nanti di
hari kiamat, dia dating sendang di atas kuduknya ada seekor unta yang memekik
mekik. Maka katakanlah orang itu, wahai Rasulullah, tolonglah aku! Aku
menjawab, aku tidak dapat menolongmu sedikit jua pun dari azab Allah karena
dahulu sudah kusampaikan”.
“aku jupa pula salah seorang di antaramu nanti dihari kiamat, dia
sedang di atas kuduknya ada seekor kuda
yang berteriak teriak. Maka katakanlah orang itu, wahai Rasulullah, tolonglah
aku! Aku menjawab, aku tidak dapat menolongmu sedikit jua pun dari azab Allah,
karena dahulu telah kusampaikan”.
“aku jumpa pulai pula orang yang dating di hari kiamat itu, dengan
mebawa barang yang diam tidak bersuara di atas kuduknya. Maka berkata dia,
wahai Rasulullah, tolonglah aku! Aku menjawab, aku tidak dapat menolongmu
sedikit jua pun dari azab Allah,karena dahulu telah aku sampaikan”.
Demikian siksaan terhadap mereka yang berlaku culas, berkhianat dan
menipu teman, terutama penipuan yang dilakukan berhubungan dengan harta
rampasan perang, karena ayat ini diturunkan berkenaan dengan harta rampasan
pada perang uhud.
Harta ghulul dalam peperangan ialah harta rampasan yang
belom lagi dibagi-bagi lantas disembunyikannya. Orang yang melakukan ghulul
termasuk telah melakukan dosa besar.[4]
Ada juga yang berpendapat, bukanlah menjadi tabi’atya seorang nabi
yang manapun juga untuk berbuat curang. Barang siapa yang berbuat curang, ia
akan datang pada hari kiamat membawa hasil kecurangannya. Bahwa tuhan
mengetahuiya dengan sempurna dan akan memperagakannya pada hari kiamat sebagai
hasil kecurangannya. Lalu masing-masing orang menerima nalasan yang setimpal
atas segala yang telah dilakukannya, sedang mereka tidak dianiaya.[5]
F.
TAHLIL AYAT
Sangat jelas, perbuatan korupsi dilarang oleh syari’at, baik dalam
Kitabullah (al Qur`an) maupun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam yang shahih.
Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala :
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ
يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ
مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
"Tidak
mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang).
Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari
Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali Imran: 161].
Dalam ayat
tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala mengeluarkan pernyataan bahwa, semua nabi
Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.
Menurut keterangan jumhur, pengertian, membawa barang apa yang telah diculaskannya, berarti di hari kiamat kelak, segala barang tipuan yang dilakukannya terhadap kawan-kawannya akan dipikulnya sendiri di atas pundaknya, agar dia merasa malu dari perbuatannya yang culas sebagai tambahan azab atas perbuatannya yang amat khianat itu.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.
Menurut keterangan jumhur, pengertian, membawa barang apa yang telah diculaskannya, berarti di hari kiamat kelak, segala barang tipuan yang dilakukannya terhadap kawan-kawannya akan dipikulnya sendiri di atas pundaknya, agar dia merasa malu dari perbuatannya yang culas sebagai tambahan azab atas perbuatannya yang amat khianat itu.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah, pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari perbuatan seperti itu.
Mengenai besarnya dosa perbuatan ini, dapat
kita pahami dari ancaman yang terdapat dalam ayat di atas, yaitu ketika Allah
mengatakan : “Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu),
maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …”
Ibnu Katsir mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.”
Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana dalam firmanNya :
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" (albaqoroh:188)
Ibnu Katsir mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat keras.”
Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana dalam firmanNya :
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" (albaqoroh:188)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui.(Al anfal:27)
Adapun
larangan berbuat ghulul (korupsi) yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, maka hadits-hadits yang menunjukkan larangan ini sangat banyak,
Didalam peraturan perundang undangan di
indonesia yang mengatur tindak pidana
korupsi, saat ini sudah lebih baik dari pada sebelumnya dengan di keluarkannya
UU No.28 Tahun 1999 dan UU No.20 Tahun 2001 tentang tidak pidana korupsi dan
sudah ada badan yang mengatasi tindak-tindak korupsi di Indonesia yang di
berinama KPK(komisi pemberantasan korupsi) Padahal sudah jelas ada peraturan
perundang undangan dan juga dalil di dalam Al Quran namum masih banyak pejabat”
Negara yang melakukan tindak korupsi. Mereka
semua seperti para tikus-tikus berdasi yang kelaparan akan harta orang lain.
Pada dasarnya hukum di Indonesia tidak jauh berbeda dengan hukum islam, di
dalam islam melarang orang korupsi dan di hukum Indonesia juga melarang orang
korupsi
Peluang melakukan korupsi ada di setiap tempat, pekerjaan ataupun
tugas, terutama yang diistilahkan dengan tempat-tempat “basah”. Untuk itu,
setiap muslim harus selalu berhati-hati, manakala mendapatkan tugas-tugas.
Dengan mengetahui pintu-pintu ini, semoga kita selalu waspada dan tidak
tergoda, sehingga nantinya mampu menjaga amanah yang menjadi tanggung jawab
kita.
G. KESIMPULAN
Tidak ada satu dalil
pun yang membenarkan perilaku korupsi dalam Islam. Bahkan Islam melarang dengan
tegas terhadap tindakan korupsi karena di dalamnya mengandung unsur pencurian,
penggunaan hak orang lain tanpa izin / penyalahgunaan jabatan, penyelewengan
harta negara, suap / sogok, pengkhianatan, dan perampasan / perampokan.
Islam memandang korupsi
sebagai perbuatan yang dapat merugikan masyarakat, mengganggu kepentingan
publik, dan menimbulkan teror terhadap kenyamanan dan ketertiban masyarakat.
Hukum Islam memberikan sanksi yang tegas terhadap perilaku korupsi seperti hukuman
terhadap jiwa, hukuman terhadap badan, hukuman terhadap harta benda, dan
hukuman terhadap kemerdekaan seseorang.
Dalam upaya
meminimalisir terjadinya korupsi, filosofi Islam menganjurkan agar dilakukan
pencegahan secepat mungkin. Sebagaimana adagium “mencegah suatu penyakit lebih
baik daripada mengobatinya”, begitu juga dengan korupsi yang lebih baik dicegah
daripada diberantas secara tuntas. Untuk itu diperlukan langkah dan strategi
yang tepat, salah satunya adalah dengan cara meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pengawasan dan menanamkan pendidikan anti korupsi secara dini bagi
generasi penerus bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Surin Bachtiar, ALKANZ terjemah
dan tafsir Al Quran,bandung, 2012
ar-rifa’I Muhammad nasib, ringkasan
TAFSIR IBNU KATSIR, Depok, 2011
binjai Syekh H. abdul halim hasan, TAFSIR
AL-AHKAM, Jakarta, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar